Find Us On Social Media :

Cuaca di Suatu Daerah dan Pengaruhnya Terhadap Covid-19, Cuaca Dingin Membuat Virus Mengganas?

Cuaca dingin Vs panas dan pengaruhnya terhadap Covid-19.

Di Hong Kong, kasus baru 18 kali lebih tinggi pada suhu yang lebih rendah — di bawah 24,6°C, 76°F — daripada suhu yang lebih tinggi.

Dengan fakta-fakta tersebut banyak bertanya-tanya dan membuat para hali penasaran mencari jawabannya.

Untuk diketahui, melansir Medical News Today, dalam artikel 'How does weather affect COVID-19?', disebutkan tinjauan baru-baru ini tentang infeksi pernapasan musiman menggambarkan bagaimana cuaca musim dingin yang dingin dan kering membuat kita lebih rentan terhadap virus secara umum.

Penyebabnya menurut ahli, dalam kondisi ini, lapisan lendir di hidung kita mengering, yang pada gilirannya merusak fungsi silia, rambut-rambut kecil yang melapisi saluran hidung.

Karenanya rambut-rambut tersebut lebih jarang bergerak. Jika ini terjadi otomatik gagal membersihkan virus dari hidung.

Nah dari sini diketahui, kelembaban relatif 40-60% mungkin ideal untuk kesehatan pernapasan.

Baca Juga: BUMN Kimia Farma Resmi Turunkan Harga Tes PCR Covid-19, Sekarang Jadi 500 Ribu Rupiah

Mengenai hal ini jika kita meluhat orang Amerika, mereka menghabiskan 87% waktu di dalam ruangan, jadi bagaimana cuaca luar sangat memengaruhi mereka? Saat udara dingin dan kering bertemu dengan udara hangat dari dalam ruangan, ini mengurangi kelembapan udara di dalam hingga 20%.

Selama musim dingin, tingkat kelembaban dalam ruangan adalah 10-40%, dibandingkan dengan 40-60% pada musim gugur dan musim semi.

Kelembaban yang lebih rendah membantu penyebaran aerosol virus dan dapat membuat virus lebih stabil.

Kelembaban Udara

Studi laboratorium dan observasi kasus pasien COVID-19 menunjukkan dampak kelembaban terhadap virus SARS-CoV-2.

Aerosol SARS-CoV-2 yang dihasilkan laboratorium stabil pada kelembaban relatif 53% pada suhu kamar, 23°C, 73°F.

Di sini virus tidak banyak mengalami degenerasi bahkan setelah 16 jam dan lebih kuat daripada MERS dan SARS-CoV.

Ini membantu menjelaskan tingkat infektivitas udara yang lebih tinggi.

Penting diketahui, studi laboratorium tidak selalu memprediksi bagaimana virus akan berperilaku di dunia nyata.

Baca Juga: PPKM Diperpanjang Lagi, Menko Luhut; Selama Covid-19 Masih Jadi Pandemi PPKM Tetap Digunakan