Kontribusi masyarakat dalam pencegahan dan penanganan AMR diperlukan, yaitu dalam menggunakan antibiotik secara bijak, rasional berdasarkan resep dokter, dan tuntas sesuai petunjuk dokter, sehingga angka kesembuhan meningkat dan mencegah kejadian resistansi.
Hal tersebut dipaparkan oleh Prof. dr. Agus Suwandono, MPH., Dr.PH. selaku Koordinator INDOHUN dalam sambutannya pada webinar Tuntas Beri Tuntas Pakai: Urgensi Penerapan Kebijakan dalam Peresepan, Penjualan dan Konsumsi Antibiotik, Jakarta, 5 November 2021.
Pada acara Indonesia One Health University Network (INDOHUN) tersebut, yang bekerja sama dengan Pfizer Indonesia ini, hadir juga sebagai pembicara pertama Dr. dr. Harry Parathon, Sp.OG(K), Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) RI Periode 2014-2021.
Dalam presentasinya mengatakan, untuk menghambat laju AMR, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Penatagunaan Antimikroba (PGA) yang didasari oleh Permenkes no 8/2015 tentang implementasi PPRA di rumah sakit, yang bertujuan untuk meningkatkan kesembuhan pasien, mencegah dan mengendalikan resistansi antimikroba, menurunkan angka kejadian rawat inap berkepanjangan, dan menurunkan kuantitas penggunaan antimikroba.
Baca Juga: Healthy Move, Latihan Kardio Intensitas Rendah Menggunakan Trampolin Mini, Lutut Bebas Nyeri
Peraturan mengenai penjualan obat antibiotik diatur dalam UU Obat Keras tahun 1949 di mana disebutkan bahwa yang berwenang untuk meresepkan obat antibiotik hanyalah Dokter, Dokter Gigi, dan Dokter Hewan.
UU Obat keras tersebut menyatakan bahwa obat keras adalah obat-obatan yang tidak digunakan untuk keperluan tehnik, mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfeksikan tubuh manusia, baik dalam bungkusan maupun tidak.
Disebutkan juga bahwa pada bungkus luar obat keras harus dicantumkan tanda khusus ini berupa kalimat ‘Harus dengan resep dokter’ yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 197/A/SK/77 tanggal 15 Maret 1977.
Saat ditanya oleh GridHEALTH.id mengenai banyaknya penggunaan antibiotik dimasa pandemi Covid-19, seolah-olah diobral, Prof Harry menyampikan jika hal ini bukan saja terjadi di Indonesia tapi diseluruh dunia. "Penggunananya sejak 2020 hingga 2021 bisa dari 27 persen hinga 100 persen."
Baca Juga: Khasiat Obatal Alami Daun Sirih Merah Dalam Menyembuh Luka Infeksi, Tak Kalah Dari Antibiotik