GridHEALTH.id - Botulisme adalah keracunan yang sebetulnya jarang terjadi. Meski begitu, kondisi ini dapat berakibat fatal dan mengancam nyawa.
Botulisme terjadi karena racun yang diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum yang tahan akan panas dan dapat ditemui di tanah, debu, dan sedimen sungai atau laut.
Baca Juga: China: Ada Potensi Penyebaran Covid-19 Lewat Paket yang Terkontaminasi di Hari Belanja Online 11.11
Sebenarnya bakteri tersebut tidak berbahaya, namun racun bisa berkembang saat oksigen yang masuk kurang, seperti dalam kaleng tertutup, botol, tanah tergenang, lumpur, dan tubuh manusia.
Melansir NHS.uk, Kamis (11/11/2021), racun tersebut dikenal sebagai yang paling kuat dalam ilmu sains dan dapat menyerang saraf, serta menyebabkan kelumpuhan.
Baca Juga: Sistem Kekebalan Tubuh Lemah Bisa Membuat Panu Muncul, Studi
Terdapat 3 botulisme yang perlu diketahui melalui cara penyebarannya:
1. Botulsime bawaan makanan
Ini adalah kondisi ketika seseorang mengonsumsi makanan yang sudah mengandung racun, baik karena diawetkan, dimasukkan ke kaleng, atau proses masak yang tidak benar.
2. Botulisme luka
Ini merupakan situasi di mana luka yang ada pada tubuh seseroang terinfeksi oleh bakteri.
3. Botulisme bayi
Botulisme bayi adalah saat ketika mereka menelan bakteri yang resisten, ditemukan dalam makanan atau tanah.
Dilansir dari laman WHO, Kamis (11/11/2021) gejala botulisme biasanya akan muncul 12 hingga 36 jam setelah terpapar oleh racun yang disebabkan oleh bakteri. Gejalanya seperti:
- Kelopak mata yang terkulai.
- Penglihatan kabur atau berbayang.
- Kesulitan untuk menelan.
- Bicaranya menjadi cadel.
- Mengalami kesulitan bernapas.
Baca Juga: Komplikasi Stroke Pada Penyandang Diabetes, Waspadai Tanda Bahaya Ini
Kasus botulisme memang rendah, namun angka kematiannya tinggi, apalagi jika tidak dideteksi sedini mungkin dan tak segera mendapatkan penangan. Sekitar 5%-10% kasus penyakit ini berakibat fatal.
Diagnosis umum didasarkan pada riwayat klinis dan pemeriksaan yang diikuti dengan hasil tes laboratorium.
Kesalahan diagnosis botulisme kerap kali terjadi, karena dikacaukan dengan gejala stroke, sindrom Guillain-Barre, atau miastenia gravis.
Seseorang yang terinfeksi botulisme harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Pengobatan yang diberikan tergantung pada tipe botulismenya, namun biasanya melibatkan perawatan untuk menetralkan racun dengan suntikan antitoksin atau antibodi khusus dan pemberian dukungan agar tubuh kembali berfungsi dengan baik.
Jika sudah mengalami kelumpuhan, kondisinya tidak akan kembali seperti semula.
Namun pengobatan dapat mencegahnya jadi lebih memburuk.
Baca Juga: 6 Ciri Kehamilan Kembar Yang Jadi Dambaan, Ini Waktu Bisa Terdeteksi
Untuk mencegah terjadinya botulisme bawaan makanan, menjaga higenitas ketika mempersiapkan makanan.
Sedangkan botulisme luka, bisa dicegah dengan selalu memastikan luka selalu dalam kondisi bersih agar tidak infeksi.
Botulisme bayi tidak dapat dicegah karena bakteri bisa ditemukan di tanah atau debu yang ada di rumah.
Madu juga dapat menyebabkan kondisi ini, sehingga pemberian madu tidak disarankan untuk bayi di bawah 12 bulan.