Find Us On Social Media :

Premenstrual Dysphoric Disorder, Kondisi yang Lebih Parah dari PMS

Premenstrual dysphoric disorder timbulkan rasa tidak nyaman bagi wanita.

GridHEALTH.id - Siklus menstruasi merupakan proses hormonal yang dialami tubuh seorang wanita setiap bulan untuk mempersiapkan kemungkinan terjadinya kehamilan.

Menstruasi yang terjadi setiap bulan, berawal dari masa pubertas 12 tahun hingga menopause sekitar usia 50 tahun, merupakan tanda bahwa tubuh bekerja dengan normal.

Baca Juga: Mengenal Amenorea, Masalah Menstruasi Penyebab Wanita Tidak Haid

Siklus menstruasi biasanya berlangsung sekitar 21 hingga 35 hari, dengan rata-rata siklus haid yang dimiliki wanita adalah 28 hari.

Walaupun ini merupakan hal normal yang terjadi setiap bulan pada wanita, siklus yang tidak beraturan, volume darah haid yang keluar terlalu banyak, atau nyeri berlebih merupakan tanda bahwa terdapat masalah menstruasi.

Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan, dr Gorga I.V.W Udjung, Sp. OG dari RSIA Bunda Jakarta, menjelaskan bahwa masalah menstruasi adalah gangguan pada pola pendarahan haid.

Penyebab masalah menstruasi pun beragam, mulai dari ketidakseimbangan hormon hingga gaya hidup yang tidak sehat.

Salah satu masalah menstruasi yang mungkin dialami oleh seorang wanita adalah premenstrual dysphoric disorder atau PMDD.

Kepada GridHEALTH dalam liputan khusus, Rabu (10/11/2021), dokter Gorga menjelaskan bahwa PMDD merupakan kondisi premenstrual syndrome (PMS) yang lebih parah.

“Jadi, premenstrual syndrome itu adalah suatu gejala, baik fisik maupun emosional yang mungkin bisa muncul dan mengganggu kehidupan sehari-hari, sebelum terjadinya haid,” kata dokter Gorga.

“Nah PMDD atau premenstrual dysphoric disorder ini adalah PMS yang lebih berat atau kelanjutan dari PMS,” sambungnya.

Dokter Gorga menjelaskan, ketika PMDD terjadi, suasana hati seorang wanita lebih mudah terganggu dan lebih parah dibandingkan dengan PMS.

Baca Juga: Tanda Masalah Menstruasi, Salah Satunya Siklus Haid Berantakan

“Gejalanya itu terutama dari masalah mood-nya. Gangguan emosional itu, sangat terasa. Bisa ada perubahan hati yang cepat, kecemasan, ketegangan, bahkan kadang-kadang muncul depresi saking putus asanya merasakan nyeri atau tidak nyaman yang berlebihan,” jelas dokter Gorga.

Premenstrual dysphoric disorder terjadi dalam satu atau dua minggu sebelum menstruasi dimulai, karena kadar hormon yang mulai turun setelah ovulasi.

Baca Juga: Pertimbangkan Risiko Hamil Terlalu Cepat Setelah Operasi Caesar

Dokter Gorga menjelaskan, masalah menstruasi PMDD ini jarang terjadi dan menurut literatur hanya dialami oleh sekitar 2% wanita di usia subur.

Jika premenstrual syndrome dapat hilang sendiri tanpa penggunaan obat, berbeda dengan PMDD.

Premsntrual dysphoric disorder membutuhkan penanganan medis.

“Kadang-kadang kita harus memberikan antidepressant, karena dia sudah mengalami depresi akibat masalah PMS-nya ini. Kita bisa berikan (obat) anti-nyeri atau bahkan pil KB untuk mencoba mengurangi rasa nyerinya dan siklus haidnya lebih teratur,” tutur dokter Gorga.

Baca Juga: Inilah Risiko Diabetes Pada Wanita Hamil dan Janin yang Dikandungnya