GridHEALTH.id - Varian Delta memang berbeda dari virus corona awal yang menyebabkan pandemi di China 2 tahun lalu.
Varian Delta dua kali lebih menular dari virus corona aslinya. Artinya apabila seseorang terpapar varian ini, mereka mungkin punya lebih banyak viral load atau muatan virus.
Nah, viral load atau muatan virus tersebut dapat lebih mudah menularkan ke orang lain.
Kepala Ilmuwan WHO Dr Soumya Swaminathan dalam Twitter resmi WHO mengatakan, varian Delta tercipta akibat gabungan mutasi.
Karenanya menjadi lebih menular dibandingkan virus aslinya. "Kemungkinan satu orang tidak hanya dapat menularkan virus ke dua orang, tetapi dapat menularkan virus ke empat, enam, atau bahkan delapan orang," kata Soumya seperti yang dikutip dari Twitter, Rabu (28/7/2021).
Adapun varian Delta Plus, menurut Soumnya lebih berbahaya dibandingkan varian Delta.
Hal ini dikarenakan varian Delta Plus memiliki mutasi lain, yang juga terlihat pada varian Betta yang pertama kali teridentifikasi di Afrika Selatan dan Gamma yang pertama kali teridentifikasi di Brasil.
Itulah sebabnya mengapa ada penyematan kata plus di belakang nama varian Delta.
"Disebut plus karena memiliki mutasi lain, yang juga terlihat pada varian Beta dan gamma, yang berpotensi juga berdampak pada pembunuhan antibodi virus. Jadi ada sedikit kekhawatiran bahwa strain ini mungkin menjadi lebih mematikan karena resisten terhadap vaksin dan obat," kata Soumya, dikutip dari Kompas.com (28/7/2021).
Kabar baiknya, menurut Soumya, kasus varian Delta Plus masih sangat jarang ditemukan, bahkan secara global.
Baca Juga: Meningitis Akibat Jamur, Kejadiannya Langka Tetapi Bisa Mematikan
Varian Delta Segera Lenyap
Lebih menggembirakan lagi, Covid-19 varian Delta dilaporkan akan segera menghilang.
Sebuah laporan di Jepang hanya mencatat 140 kasus virus setiap hari. Padahal 3 bulan lalu, varian ini begitu menyebar.
Sebuah laporan dari The Mirror menyebutkan bahwa menurut para ilmuwan, varian Delta dari Covid-19 dapat bermutasi menjadi punah atau hilang dan telah terjadi di Jepang.
Padahal Agustus 2021, kasus Covid-19 memuncak sekitar 23.000 setiap hari.
Baca Juga: 5 Makanan Ini Bisa Mengendalikan Diabetes, Indeks Glikemik Rendah
Sejak itu, jumlahnya telah menurun secara substansial. Pada Jumat pekan lalu hanya 16 kasus yang tercatat.
Salah satu teori mengapa kasus varian Delta menurun tiba-tiba, melansir Manado Post (25/11/2021), adalah mutasi yang berkelanjutan telah membuatnya gagal secara efektif.
Sementara mutasi dapat mengubah virus menjadi virus yang lebih kuat, komposisinya berubah seiring waktu.
Para ilmuwan yang dipimpin oleh Institut Genetika Nasional, Mishima, Jepang, menemukan bahwa banyak mutasi genetik sebelum berhenti secara tiba-tiba dalam proses evolusi.
Baca Juga: Ilmuwan Khawatirkan Varian Baru Covid-19, Ditemukan Pertama Kali di Bostwana
Dilansir dari Science Times, Rabu (24/11), Profesor genetika Ituro Inoue, dari institut tersebut, mengatakan, strain Delta di Jepang sangat menular dan mencegah varian lain seperti laporan News Nation USA.
Namun, dia menambahkan, ketika mutasi menumpuk, mereka percaya virus justru tidak dapat mereplikasi dirinya sendiri.
Akankah kabar baik ini artinya 2022 dunia sudah bebas dari pandemi Covid-19?(*)
Baca Juga: Bukan Disuntik, Presiden Rusia Vladimir Putin Mendapat Vaksin Covid-19 Lewat Hidung