Menurutnya varian baru Covid-19 terus bermunculan karena adanya kesempatan atau peluang yang besar untuk menyebar dan mereplikasi diri.
"Itu timbul karena kita memberi peluang virus ini menginfeksi manusia dengan leluasa. Kemudian tidak terkendali sehingga ini bisa menginfeksi pada gilirannya," ujar Dicky dilansir dari Kompas.com (28/11/2021).
Dicky mengatakan varian super cepat menyebar seperti Omicron dan Delta ini akan menginfeksi orang dengan masalah imunitas tubuh.
"Nah ini yang membuat virus itu lebih lama ada dalam tubuh si orang itu sehingga semakin lama di dalam tubuh ya semakin banyak terjadi replikasi," lanjut dia.
Ketika peluang mutasinya menjadi lebih besar, maka peluang terjadinya satu varian yang super juga makin besar.
Dicky mengatakan, varian Omicron langsung masuk kategory varian of concern (varian yang menjadi perhatian) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Hal ini tentu menjadi warning serius bagi masyarakat di bumi.
Apalagi, varian Omicron ditemukan dari suatu situasi adanya wilayah negara/kawasan yang rendah kapasitas protokol kesehatan dan vaksinasi.
"Ini secara hukum biologi seperti tinggal menunggu waktu lahir saja, satu varian super, itu teoritis, dan keniscayaan ini seperti menantang maut," ujar Dicky.
Baca Juga: Menopause Dini, Wanita Berisiko Alami Masalah Kesehatan di Usia 50-an
Ia mengungkapkan, varian Omicron ditemuan di Afrika.
Dalam catatan, Afrika memiliki banyak kasus dengan masalah imunitas, di mana warganya banyak yang menderita HIV.
Pada penderita HIV, jika ia terjangkit virus corona, maka virus itu akan berdiam lama, bermutasi dalam tubuh pasien dan berkesempatan melahirkan varian super.
"Kemudian, data yang ada dari Afrika Selatan bahwa ini asalnya bukan dari varian Delta. Tetapi, sejak pertengahan 2020. Artinya, lebih cepat perjalanan mutasinya," ujar Dicky.
Dengan mulai banyak ditemukannya kasus Covid-19 dengan varian Omicron, Dicky mengatakan, tindakan yang diambil sejumlah negara dengan menutup akses masuk negara, tidak efektif.
Ia merekomendasikan agar negara-negara bisa melakukan screening pada orang-orang yang masuk ke suatu wilayah.
"Banyak negara yang abai dalam hal ini. Masa karantina kurang dari 7 hari, apalagi di negara berkembang. Saat ini, secara umum kita PCR. Yang harus dilakukan itu masa karantina yang masih menjadi tarik ulur," ujar Dicky.