"Sebagian besar perempuan ingin untuk menikah, tetapi kekurangan (ekonomi) pria saat ini, membuat ini (pernikahan) semakin sulit," kata pemimpin penelitian ini, Daniel Lichter, dalam keterangan pers, mengutip Metro, dilansir dari CNNIndonesia (10/9/2019).
Penelitian ini juga menemukan bahwa kesulitan menikah dialami pula oleh perempuan berkulit hitam. Mereka kesulitan mencari pasangan yang serasi.
Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan profil yang tercatat dalam American Community Survey.
"Studi ini mengungkapkan ada kekurangan besar dalam ketersediaan pasangan laki-laki yang potensial," tulis kesimpulan studi.
Hasilnya didapatkan, pria dari kondisi ekonomi kurang mampu dua kali lebih cenderung menjadi lajang di usia 40-an awal daripada mereka yang berasal dari keluarga kaya.
Mengenai hal ini Institut untuk Studi Fiskal (IFS) menemukan bahwa kelompok ini cenderung berpenghasilan lebih sedikit dan menikahi perempuan dengan pendapatan rendah.
Akibatnya, menurut IFS, kemiskinan akan berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya dan mengurangi mobilitas sosial.
Baca Juga: Dalam 2 Minggu Kebijakan Pemerintah Perihal Penanganan Covid-19 Bisa Berubah, Ini Kata Luhut
Pemerintah mengatakan ingin "membangun ekonomi yang bekerja untuk semua orang".
Untuk mengatasi keadaan ini, Perdana Menteri Inggris Theresa May telah berjanji untuk berbuat lebih banyak untuk keluarga "pas-pasan".
Dia mengatakan bahwa sangat penting untuk mengatasi harapan hidup yang lebih pendek bagi orang-orang yang terlahir miskin.
May juga bakal mengupayakan anak-anak kelas pekerja kulit putih menempuh studi hingga jenjang universitas.(*)