GridHEALTH.id – Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) angka stunting mengalami penurunan dari 27,7 persen tahun 2019, menjadi 24,4 persen di tahun 2021.
Stunting merupakan kondisi malnutrisi kronik yang terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak.
Kondisi ini dapat berulang, di mana anak perempuan yang mengalami stunting dan sudah tumbuh dewasa, berisiko akan melahirkan anak yang stunting.
Tak hanya mempengaruhi ukuran tubuh anak, membuat tinggi badannya tidak sama dengan anak-anak lain, tapi juga mempengaruhi kecerdasan.
Anggota Satgas ASI Ikatan Dokter Indonesia (IDAI), dr Klara Yuliarti, Sp.K(A) menjelaskan mengenai dampak buruk yang bisa terjadi jika seorang anak mengalami stunting.
Menurutnya stunting akan mempengaruhi kapasitas kognitif dan edukasi, tinggi, berat badan, dan imunitas seorang anak. Selain itu, stunting juga dapat mengubah metabolisme anak.
“Metabolismenya berubah, secara sederhana jadi gampang gemuk karena kemampuan anak stunting untuk membakar lemak itu lebih rendah daripada yang tidak stunting. Akibatnya, angka penyakit tidak menular meningkat (diabetes, obesitas, hingga kardiovaskular),” kata dr Klara, Jumat (14/01/2022) dalam ‘Indonesia Breastfeeding Course for Clinician’, yang dihadiri GridHEALTH.id.
Penyebab dan Mencegah Stunting
Penyebab terjadinya stunting adalah karena kurangnya asupan energi dan protein hewani yang didapatkan oleh anak.
Baca Juga: 5 Makanan Ini Bantu Ibu Setelah Melahirkan, Cepat Pulih dan ASI Lancar
Berdampak pada kecerdasan dan masa depan anak, stunting harus dicegah. Salah satunya dengan memberikan ASI ekslusif dan MPASI lengkap.
Pemberian ASI ekslusif kepada bayi, membuat anak mendapatkan nutrisi yang komplit dan daya tahan tubuh baik. Ini sangat penting untuk mendukung pertumbuhan anak.