GridHEALTH.id - Glaukoma merupakan kerusakan pada mata yang terjadi akibat tekanan berlebih di bola mata.
Selain itu, faktor anatomis juga berpengaruh, terutama pada penyandang glaukoma jenis primer sudut tertutup kronik.
Gejala glaukoma pada tahap awal sering kali tidak terjadi sehingga terbaikan. Padahal, kondisi ini bisa memberikan dampak yang fatal, yakni kebutaan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, bahwa glaukoma adalah penyebab kebutaan ketiga, setelah refraksi dan katarak.
Mendeteksi dini glaukoma, terutama melalui pemeriksaan anatomi mata sangat penting untuk dilakukan.
Klasifikasi Glaukoma
Sekitar 76 juta masyarakat dunia diperkirakan mengalami glaukoma. Sedangkan di Indonesia, prevalensi glaukoma sebesar 0,46% atau 4 hingga 5 orang per 1.000 penduduk.
Glaukoma dibagi menjadi tiga klasifikasi, yakni glaukoma primer (glaukoma primer sudut terbuka dan glaukoma primer sudut tertutup), glaukoma sekunder, serta glaukoma kongenital.
Glaukoma primer sudut tertutup (GPSTp), dibagi lagi ke dalam dua jenis, yakni glaukoma primer sudut tertutup akut (GPSTpA) dan glaukoma primer sudut tertutup (GPSTpK).
Baca Juga: Diabetes Sebabkan Glaukoma, Ini Cara Deteksi dan Mengatasinya dengan Obat Tetes Mata
GPSTpA membuat penyandangnya mengalami sumbatan tiba-tiba di jaringan trabkeluar, sehingga terjadi lonjakan tekanan intraokular yang mendadak.
Sedangkan GPSTpK, menyebabkan penyandang glaukoma mengalami gangguan outflow di sudut blikik mata depan dan memicu peningkatan tekanan intraoukular secara perlahan.
"Individu yang mengalami glaukoma primer sudut tertutup cenderung memiliki bilik mata depan yang lebih dangkal atau sempit," kata Dr dr Iwan Soenijantoro, SpM(K), Dokter Subspesialis Glaukoma JEC, Kamis (20/01/2022), dalam virtial media session yang dihadiri GridHEALTH.id.
"Faktor anatomis lainnya, seperti aksis bola mata pendek, lensa yang menebal, dan jarak antara lensa dengan permukaan iris posterior yang memendek, turut andil menyebabkan glaukoma kategori ini," sambungnya.
Dalam acara JEC Eye Talk, dr Iwan menjelaskan lebih lanjut mengenai penelitian dengan judul "Hubungan Bilik Mata Depan yang Dangkal dengan Perubahan Morfologi Endotel Kornea pada Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronik".
Hasil Penelitian di Indonesia
Penelitian yang dengan melibatkan 52 subjek itu dilakukan sejak November 2018 dan berakhir pada November 2019.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor lain yang bisa mendeteksi dini glaukoma, serta pengobatan baru bagi GPSTp.
Selain itu, penelitian juga bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kerusakan endotel kornea pada glaukoma primer sudut tertutup, khususnya kondisi kronik.
Baca Juga: Glaukoma Tidak Dapat Disembuhkan, Begini Tips Cara Merawatnya
Hasil penelitian yang dilakukan oleh dr Iwan menunjukkan:
1. Sudut bilik mata depan yang sangat dangkal (sekitar 15 derajat atau kurang), mempunyai konsekuensi yang lebih berat.
2. Pasien dengan sel endotel kornea kursnh dari 2.000 sel/mm2 mengalami penipisan RNFL yang lebih berat.
3. Ketebalan kornea sentral, selama dalam rentang normal 500-550 μm, memiliki korelasi dengan penipisan sel saraf.
"Adanya hubungan antara densitas sel endotel kornea dengan ketebalan retinal nerve fiber layer (RNFL), diharapkan dapat menjadi pemeriksaan alternatif atau penunjang dalam menilai keparahan GPSTp kronik yang dialami oleh pasien," kata dr Iwan Soebijantoro.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemeriksaan klinis yang sistematis dan cermat terhadap anatomi mata, menjadi landasan bagi penanganan glaukoma.
"Tanpa menunggu keluhan, sebaiknya pemeriksan mata dilakukan sedini mungkin dan berkala. Bukan hanya bagi penyandang glaukoma sudut tertutup saja, tetapi bagi seluruh kalangan," pungkasnya.(*)
Baca Juga: Ibu Hamil Perlu Memeriksakan Mata Saat Hamil Agar Terhindar Hal Ini