Find Us On Social Media :

Bahaya Jika Indonesia 'Menelan' Apa yang Dikatakan WHO, Papar Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia

Bahaya jika Indoensia menalan apa yang dikatakan WHO untuk obat Covid-19. Indoensia juga bisa mandiri prihal obat Covid-19.

GridHEALTH.id - Obat Covid-19 saat ini penting, terlebih di Indonesia yang kasus infeksi Covid-19 kembali naik, dan saat ini diambang gelombang 3 pandemi Covid-19.

Mengenai obat Covid-19, saat ini Indonesia masih mengandalkan obat Covid-19 dari manca negara.

Padahal menurut Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GPFI), Indonesia sudah bisa mandiri prihal Obat Covid-19.

Malah farmasi Indonesia, sebelum obat-obatan dijual atau di tangan masyarakat Indonesia, telah melalui proses seperti dilakukan penelitian bahan baku, pengembangan yang sesuai, hingga distribusi yang cukup baik.

Baca Juga: Kasus Harian Covid-19 Tembus 17 Ribu, Kemenkes Siapkan 20 Juta Dosis Obat

Bahkan sejumlah obat COVID yang sudah disetujui BPOM ada beberapa jenis.

Beberapa di antaranya molnupiravir dan favipiravir.

Karenanya ketua GPFI, Tirto Kusnadi, meminta pemerintah mempercayakan terkait hal ini ke badan-badan obat di Indonesia. Tidak hanya berpatokan ke WHO.

“Yang berbahaya adalah jika Indonesia hanya menelan apa yang dikatakan WHO yang tidak dikonsultasikan kepada kami sudah langsung diinstruksikan untuk dipakai,” tegasnya.

Hal itu disampaikan Tirto saat rapat bersama Komisi VI DPR RI, yang juga dihadiri Asosiasi Apotek Indonesia (ASAPIN).

Baca Juga: 3 Prosedur Medis Untuk Hilangkan Bintik-bintik Kecil di Miss V

Pada rapat kali itu membahas mengenai obat khusus melawan varian Omicron.

Dalam rapat tersebut, Tirto Kusnadi menyampaikan jika industri farmasi Indonesia merupakan aset bangsa yang siap membantu Pemerintah dalam menangani penyebaran virus Omicron di Indonesia.

Ia mengungkapkan GPFI telah memasok obat-obatan hingga 90% termasuk dalam jenis obat-obatan yang dibutuhkan dalam penekanan COVID-19.

“Industri Farmasi Indonesia adalah merupakan aset bangsa karena supplier utama yang dukung JKN, 90% suplai obat dalam volume oleh GPFI,” kata Tirto dalam rapat yang digelar oleh Komisi VI DPR RI, Rabu (2/2/2022), dilansir dari Kumparan (2/2/2022).

Baca Juga: Buah Murbei, Bisa Turunkan Kadar Gula Darah Pada Penyandang Diabetes

Saat itu pun terungkap jika obat yang dijual di Indonesia memiliki value atau harga yang cukup murah dibandingkan dengan negara lainnya.

“Kami dari pihak GPFI merasakan obat di Indonesia cukup murah,” ujarnya.

Tirto meyakinkan bahwa GPFI telah menciptakan kemandirian dan ketersediaan obat secara nasional dalam produksinya sangat cukup.

Kemudian, terkait dengan isu masyarakat mengenai obat COVID-19, kata dia, tak usah ragu sebab GPFI dalam produksinya pasti melakukan proses yang cukup panjang sebelum mendistribusikan obat-obatan.“Kami yakin obat dari kita cukup tidak usah dikhawatirkan. Isu obat COVID saat ini kita tidak usah ragu,” jelas Tirto.

Baca Juga: 3 Jenis Pengobatan yang Tepat Untuk Pasien Kanker Tulang

Mengenai hal tersebut, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih mengatakan, Anggota Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia adalah aset bangsa yang telah memproduksi 90 persen volume obat di Indonesia.

Oleh sebab itu, melansir Parlementaria Terkini (2/2/2022), hemat Demer, sapaan akrab Gde Sumarjaya, Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia harus diajak berkolaborasi oleh pemerintah dalam pengadaan obat yang cukup dan tepat pilihan.

"(Obat Covid-19) kasus berat, Anggota Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia sudah produksi sebagian besar item produk," ujarnya saat membacakan catatan rapat dengar pendapat umum dengan dengan Asosiasi Apotek Indonesia dan GP Farmasi terkait mendapatkan masukan terhadap ketersediaan obat-obat dalam rangka mengantisipasi Covid-19 varian Omicron, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (2/2/2022).

Dalam hal kesediaan obat Covid-19, Komisi VI DPR RI menilai untuk obat Covid-19 kasus ringan sampai dengan sedang, Anggota Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia telah mencapai kemandirian dan dapat memenuhi kebutuhan obat nasional.

Baca Juga: Inilah Keputihan yang Normal dan Tidak Normal Saat Hamil, Ibu Harus Tahu

Sedangkan untuk obat-obatan Covid-19 gejala berat, GP Farmasi dinilai telah memproduksi sebagian besar item produk.

Masih menurut Demer yang menggaris bawahi satu hal penting, farmasi Indoensia kesulitan dalam mengikuti obat paten yang dianjurkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Jal itu menyebabkan adanya monopoli perusahaan farmasi asing.

Untuk itu, dalam memastikan jenis obat Covid-19 yang akan digunakan di Indonesia, diperlukan kolaborasi yang baik dari semua pihak terkait.

Adapun mengenai kapasitas industri farmasi nasional yang berlebih, industri farmasi di Indonesia dinilai sanggup untuk mencapai kemandirian obat nasional.

Baca Juga: 8 Gejala Awal Penyakit Infeksi Usus Buntu, Bukan Hanya Sakit Perut

"Untuk itu, besarnya nilai investasi untuk mencapai kemandirian obat nasional, membuat semua pihak harus suportif, adaptif dan kolaboratif untuk menjamin digunakannya produk produksi dalam negeri," tambah Demer.

Mengenai distribusi obat, ini erat kaitannya dengan Asosiasi Apotek Indonesia.

Demer menekankan suplai yang konsisten sangat dibutuhkan untuk menjamin kesediaan obat-obatan tersebut.

Adapun golongan obat-obatan yang biasanya dibutuhkan antara lain, Obat Anti Viral, Kortikosteroid, Obat Flu, Vitamin D3 1000, Vitamin C 1000 dan Ekspektoran.

Di penghujung diskusi, dalam mencegah permainan di jalur distribusi dan penjualan, Komisi VI mendukung upaya peningkatan peran GP Farmasi dan Asosiasi Apotek dalam menekan penyebaran Covid-19, serta mendorong GP Farmasi dan Asosiasi Apotek untuk dilibatkan dalam pengambilan kebijakan pemerintah terkait Covid-19.(*)

Baca Juga: Diabetes dan Harapan Hidup Pendek, Mengakhiri Mitos Dengan Mengubah Gaya Hidup