“Hal ini bukan tentang penggunaan parasetamol jangka pendek untuk sakit kepala atau demam, tapi menunjukkan risiko yang baru ditemukan, untuk orang yang meminumnya secara teratur dalam jangka panjang,” papar Peneliti Utama Dr Iain MacIntyre, Konsultan Farmakologi Klinis dan Nefrologi di NHS Lothian.
Ia menambahkan, penelitian menemukan bahwa setelah seseorang berhenti minum obat parasetamol, tekanan darahnya kembali seperti semula, menguatkan bukti bahwa parasetamol tingkatkan tekanan darah.
Penelitian ini masih terbatas, tidak mempunyai jumlah akurat orang-orang di Inggris yang menggunakan parasetamol jangka panjang dan memiliki tekanan darah tinggi.
Namun, diperkirakan satu dari tiga orang dewasa di Inggris memiliki tekanan darah tinggi yang meningkat seiring bertambahnya usia.
Dalam studi tersebut, sebanyak 110 pasien dengan riwayat tekanan darah tinggi diberi resep 1 gram parasetamol empat kali sehari, dosis yang secara rutin diresepkan untuk pasien dengan nyeri kronis atau plasebo masing-masing selama dua minggu.
Para peneliti menemukan ada peningkatan yang signifikan dalam tekanan darah pada pasien yang menggunakan obat penghilang rasa sakit, dibandingkan dengan yang menggunakan plasebo.
Menurut para ahli, penelitian ini dilakukan untuk melihat efek parasetamol yang sangat kecil pada tekanan darah, dan terkejut melihat dampak yang jauh lebih besar.
Baca Juga: Obat Sahoeroe dari Maluku Banyak Sembuhkan Pasien Covid-19 dalam Waktu 30 Menit
Para ilmuwan menyoroti keterbatasan penelitiannya, yakni tidak melihat pasien yang memiliki nyeri kronis, tapi tidak ada alasan untuk berpikir bahwa pasien yang penggunaan jangka panjang untuk pengobatan nyeri akan memiliki respons tekanan darah yang berbeda dengan pasien dalam penelitian tersebut.
“Penelitian ini menunjukkan seberapa cepat penggunaan parasetamol secara teratur dapat meningkatkan tekanan darah pada orang dengan hipertensi yang sudah memiliki peningkatan risiko serangan jantung dan stroke,” kata Direktur Medis di British Heart Foundation Profesor Sir Nilesh Samani.
“Ini menekankan mengapa dokter dan pasien harus secara teratur meninjau apakah ada kebutuhan berkelanjutan untuk minum obat apa pun, bahkan sesuatu yang mungkin tampak relatif tidak berbahaya seperti parasetamol, dan selalu mempertimbangkan manfaat dan risikonya,” lanjut dia.
Kepala penelitian di Asosiasi Stroke Dr Richard Francis mengatakan, tekanan darah tinggi menjadi satu-satunya faktor risiko terbesar untuk stroke.