Mereka menggunakan jaringan ovarium yang diambil dari 185 janin yang berakhir pada usia tujuh sampai 12 minggu.
Mulanya tim menganalisis darah yang diambil dari 13 tali pusar janin yang ibunya mengonsumsi ibuprofen beberapa jam sebelumnya.
Mereka ingin melihat apakah ibuprofen melintasi penghalang plasenta.
Sebanyak 185 jaringan janin tadi kemudian dipelihara dalam berbagai kondisi.
Satu sampel tidak terkena ibuprofen, sedangkan yang lain memiliki kandungan ibuprofen dalam berbagai konsentrasi.
Setelah tujuh hari, sampel yang tidak terpapar dibandingkan dengan yang terpapar ibuprofen dengan konsentrasi setara dengan tingkat darah tali pusat.
Hasilnya, rata-rata sampel yang terkena ibuprofen memiliki 50 % sel ovarium lebih sedikit, dan lebih sedikit sel yang dapat berkembang menjadi telur.
Baca Juga: Berita Kesehatan Demam: Obat Ibuprofen Lebih Ampuh Atasi Demam Pada Anak Ketimbang Paracetamol
Hal ini menimbulkan peningkatan kematian sel dan semakin sedikit sel yang berlipat ganda.
Penelitian selanjutnya menunjukkan kerusakan terjadi sejak dua hari setelah terpapar ibuprofen untuk janin berusia 8 sampai 12 minggu.
Meski penggunaannya dihentikan, kerusakan tak dapat diperbaiki.
Meski demikian, Mitchell memperingatkan, mungkin situasi di tubuh akan berbeda dengan situasi saat diamati di laboratorium.
"Jika kita melihat efek yang terjadi pada sel janin di laboratorium, ini bisa mengindikasi bahwa ibuprofen berdampak pada kesuburan, tetapi apa yang sudah kami lakukan belum dapat dibuktikan selain dalam penelitian," katanya.
Dia memberi catatan, ibu hamil tetap boleh mengonsumsi penghilang rasa sakit hanya jika diperlukan dan pada dosis terendah untuk waktu sesingkat mungkin.
Saat ini, ibu hamil disarankan untuk mengonsumsi parasetamol dibanding ibuprofren.
Itu pun baiknya atas petunjuk dokter.(*)
Baca Juga: 4 Obat Bebas Wajib Dihindari Selama Kehamilan, Di Antaranya Ibuprofen