Tapi si laki-laki tersebut saat itu tetap iklhlas, dirinya memberikan semua hartanya kepada anak-anaknya.
Setelah kesehatannya memburuk, putra tertua kembali ke Taiwan untuk melihat dan memutuskan untuk mengirim ayah tua itu ke panti jompo.Dalam beberapa tahun pertama, pusat perawatan masih menerima uang dari Amerika Serikat yang dirikim anak-anaknya.
Tapi setelah itu, meski pihak panti telah telpon, mereka tidak bisa menghubungi putra sulung si kakek lansia.
Berusaha menagih ke anak-anaknya yang lain, anak-anaknya yang lain tidak ada yang mau membayar, dan semuanya menunjuk ke kakak sulungnya.
Baca Juga: Satgas Penanganan Covid-19 Ingatkan Syarat Buka Bersama yang Disarankan
Ketika semua orang menerima telepon dari pusat perawatan, mereka memiliki alasan dan argumen yang berbeda, dan beberapa bahkan menjawab langsung: “Kakak tertua yang bertanggung jawab atas biaya hidupnya.”
Pengelola panti jompo berharap ke delapan anak-anak si pria lansia malang tersebut mau berinisiatif untuk menghubungi dan menanggapi melalui paparan media.
sampai-sampai pihak panti jompo membuat ultimatum, “Kami tidak bisa merawatnya secara gratis. Ini ultimatum kami. Jika anak-anaknya tidak membayar dalam waktu sebulan, orang tua itu akan pergi dari sini”.
Batas waktu ultimatum pun tiba. Ke delapan anaknya tidak ada yang datang.
Singkat cerita, pria tua usia 92 tahun itu pun meninggal dengan tenang di malam hari.
Tapi saat anak-anaknya diberitahu kepergian ayahnya untuk selamanya, “Saya tahu,” dan tidak mengatakan apa-apa untuk mengurus pemakaman orang tua itu.
Itulah cerita tragis seorang Profesor yang sukses membesarkan anak-anaknya hingga menjadi dokter yang sukses, bahkan ada yang diluar negeri, tapi dirinya disia-siakan anak-anaknya sendiri yang dia besarkan dan didik hingga sukses.(*)Baca Juga: Alhamdulillah, Setelah Ini Covid-19 di Indonesia Mendekati Endemi