"Temuan kami menunjukkan bahwa C. difficile adalah reservoir gen resistensi antimikroba yang dapat berpindah antara hewan dan manusia," terang Bejaoui di dalam presentasinya dalam European Congress of Clinical Microbiology & Infectious Diseases pada hari Minggu, 24 April 2022, di Lisbon, Portugal."Penemuan yang mengkhawatirkan ini menunjukkan bahwa resistensi terhadap antibiotik dapat menyebar lebih luas daripada yang diperkirakan sebelumnya, dan menegaskan hubungan dalam rantai resistensi yang mengarah dari hewan ternak ke manusia," lanjutnya.Sebelumnya, para dokter dan ilmuwan telah memperingatkan bahwa menjadikan antibiotik sebagai resep secara berlebihan untuk keluhan-keluhan sepele, atau infeksi yang disebabkan oleh virus dapat menyebabkan penyebaran resistensi terhadap kelas obat yang penting.
Baca Juga: 3 Kelompok Ini Paling Rentan Terinfeksi Cacar Monyet, Waspadai
Christopher Murray seorang profesor di University of Washington tergabung dalam kelompok penelitian Antimicrobial Resistance Collaborators (ARC).
Pada penelitian itu dipublikasikan di jurnal The Lancet pada Februari 2022 menegaskan perkembangan bakteri yang mampu melawan antibiotik yang ditemukan pada 2019."Ini masalah besar," ujarnya dalam siniar University of Chicago. "Saya akan mengatakan bahwa dari titik ketika ada penggunaan antibiotik secara luas, menjadi jelas bahwa beberapa bakteri dapat mengembangkan resistensi.""Ini adalah evolusi klasik peperangan. Ada antibiotik, bisa membunuh dan menyerang bakteri, berkembang atau bermutasi menjadi resisten, lalu antibiotik itu tidak berfungsi lagi, lalu kita harus mencari antibiotik lain atau modifikasi agar bisa mengatasi pola resistensi itu."Masalah itu makin diperparah dengan meluasnya penggunaan antibiotik pada hewan ternak.
Paling sering adalah babi dan unggas, tetapi kadang-kadang juga sapi, sehingga memudahkan penyakit menyebar keluar spesies mereka.Akibat aktivitas ini, ada peningkatan pesat dalam resistensi antimikroba di seluruh dunia, terang para ilmuwan.
Antibiotik yang dulu efektif menjadi kurang mampu melawan infeksi umum, sehingga dapat berbahaya bagi kesehatan global."Resistensi antimikroba sedang meningkat di Eropa dan di tempat lain di dunia," kata Margaret Chan, mantan direktur jenderal WHO.
Baca Juga: BPOM Kaji Vaksin Covid-19 Anak di Bawah 6 Tahun, Kapan Bisa Dilakukan?
"Kami kehilangan antimikroba lini pertama kami. Perawatan pengganti lebih mahal, lebih beracun, membutuhkan durasi perawatan yang lebih lama, dan mungkin memerlukan perawatan di uni perawatan intensif."Penelitian terbaru juga memperkirakan akan ada sekitar 750.000 orang yang akan meninggal setiap tahunnya akibat infeksi yang resisten.
IUCN mengkhawatirkan, diekutip dari NationalGeorapihic.grid.id (25/04/2022), jumlah ini bisa mencapai 10 juta orang dan menelan biaya lebih dari 100 dolar AS untuk kesehatan global.(*)