GridHEALTH.id - Penyakit Cacar Monyet sedianya adalah bersifat zoonosis yang penularan utamanya melalui kontak manusia dengan darah, cairan tubuh, atau lesi pada mukosa maupun kulit hewan yang terinfeksi.
Di Afrika, kasus infeksi Cacar Monyet pada manusia yang pernah dilaporkan, berhubungan dengan riwayat kontak dengan hewan yang terinfeksi seperti monyet, tupai, tikus dan rodents lainnya.
Memakan daging hewan terinfeksi yang tidak dimasak dengan matang juga dikatakan dapat menjadi metode penularan yang lainnya. “Adapun penularan antar manusia, diduga dapat terjadi sebagai akibat dari kontak erat dengan pasien yang terinfeksi secara langsung (direct close contact) melalui paparan terhadap sekresi saluran napas yang terinfeksi, kontak dengan lesi kulit pasien secara langsung, maupun berkontak dengan objek yang telah tercemar oleh cairan tubuh pasien."
"Selain itu, transmisi secara vertikal dari ibu ke janin melalui plasental (infeksi Cacar Monyet kongenital) juga dimungkinkan,” kata Dikatakan oleh dr. Adityo Susilo, SpPD, KPTI, FINASIM dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI).
Dalam rilis yang diterima GridHEALTH.id dari IDI (27/07/2022), periode inkubasi Cacar Monyet berkisar antara 5-21 hari dengan rerata 6-16 hari.
Setelah melewati fase inkubasi, pasien akan mengalami gejala klinis berupa demam tinggi dengan nyeri kepala hebat, limfadenopati, nyeri punggung, nyeri otot dan rasa lemah yang prominen.
Dalam 1-3 hari setelah demam muncul, pasien akan mendapati bercak-bercak pada kulit, dimulai dari wajah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Bercak tersebut terutama akan ditemukan pada wajah, telapak tangan dan telapak kaki.
Baca Juga: 7 Mitos Menstruasi, Nomor 4 Harus Diwaspadai, Jangan Sampai Kebobolan
Seiring waktu bercak akan berubah menjadi lesi kulit makulopapuler, vesikel dan pustule yang dalam 10 hari akan berubah menjadi koreng. Untuk pengobatan cacar monyet, menurut dr. Adityo, yang juga merupakan pengurus pusat PETRI (Perhimpunan Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia), hingga saat ini masih belum ada pengobatan yang spesifik untuk infeksi Cacar Monyet.
Meski demikian, di masa lalu, vaksinasi terhadap penyakit Cacar/Smallpox yang disebabkan oleh karena infeksi virus Variola yang dinyatakan telah tereradikasi secara global sejak tahun 1980, dikatakan dapat memberikan efektivitas proteksi sebesar 85 persen untuk mencegah infeksi Cacar Monyet.
Disamping itu, dr. Adityo kembali mengingatkan bahwa dengan ditemukannya kasus Cacar Monyet di Singapura, maka masyarakat juga perlu mewaspadai terhadap kemungkinan masuknya virus ini di Indonesia.
Dan hal ini menjadi lebih penting terutama pada populasi khusus oleh karena risiko fatalitas Cacar Monyet ini dikatakan lebih tinggi pada kelompok anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang dengan imunitas rendah (imunosupresi).
Masih dari rilis IDI. dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K), Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI, mengatakan bahwa Pemahaman yang baik terhadap infeksi Cacar Monyet dan kewaspadaan dini terhadap Kejadian Luar Biasa atau outbreak, menjadi modal utama dalam aspek pencegahan.
Upaya untuk menghindari kontak dengan pasien yang diduga terinfeksi merupakan kunci pencegahan yang dinilai paling efektif pada saat outbreak, diiringi dengan upaya surveilans dan deteksi dini kasus aktif guna melakukan karantina untuk mencegah penyebaran yang lebih luas. Dr Agus juga meminta tenaga Kesehatan baik dokter maupun perawat yang menemukan gejala Cacar Monyet pada pasien agar segera melakukan tindak lanjut dengan tes PCR (Polymerase Chain Reaction) yakni metode pemeriksaan virus Cacar Monyet dengan mendeteksi DNA virus tersebut, dan segera melaporkan ke Dinas Kesehatan Setempat agar bisa segera dilakukan surveilans dan Tindakan lebih lanjut lainnya.(*)Baca Juga: Melahirkan Biaya 0 Rupiah dengan Menggunakan BPJS, Ini Caranya