Lantaran hal tersebut, penularan pun terus-menerus terjadi karena terlambatnya deteksi dan pengobatan.
Selain itu menurutnya, faktor kedua tingginya angka kasus TBC di Indonesia yakni karena kurangnya komitmen dalam melakukan pengobatan.
“Saat ini Indonesia nomor tiga di dunia. Kasus barunya 824.000 per tahun, kalau semua itu tidak diobati, ada sebagian yang enggak diobatin, menular terus,” jelasnya.
Ia juga menambahkan, “Atau yang sudah berobat, berhenti, dia akan jadi sumber penularan.”
Pengobatan penyakit TBC dijalani oleh penderitanya selama enam bulan penuh dan tidak boleh putus. Karena jika itu terjadi, maka obat yang dikonsumsi harus diulang.
Bagaimana cara menurunkan risiko penularan?
Dokter Erlina mengingatkan, untuk lebih waspada dengan gejala TBC dan apabila mengalaminya harus segera periksakan ke dokter.
“kalau ada yang batuk-batuk, gejala TBC yang lainnya, ada demam-demam segera periksakan diri, supaya cepat diobati. Kalau sudah diobati, tidak menularkan lagi,” tuturnya.
Konsumsi makanan yang sehat dan bergizi seimbang, juga perlu untuk mencegah terjadinya penularan TBC dari orang sekitar.
Imunitas tubuh yang baik, merupakan cara yang paling tepat untuk mencegah penyakit infeksi ini terjadi.
“Kalau sistem imun bagus, walaupun ada kuman-kuman yang masuk, sistem imun bisa mengendalikannya, memusnahkannya. Sehingga kita enggak jadi sakit. Tapi, kalau sistem imun rendah, gampang sakit termasuk TBC,” pungkasnya. (*)
Baca Juga: Ini Dia Gejala Umum yang Dihadapi oleh Pasien Tuberkulosis (TBC)