GridHEALTH.id - Saat ini untuk sementara waktu, hingga ada pemberitahuan resmi lebih lanjut dari Kementerian Kesehatan, masyarakat jangan mengonsumsi obat sirup, juga dokter untuk tidak meresepkannya. Apa gantinya saat anak perlu obat?
Untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan, Kemenkes sudah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian mengenai gangguan ginjal akut pada anak tuntas. Kemenkes juga telah meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat, sampai hasil penelusuran dan penelitian terhadap penyebab gangguan ginjal akut pada anak tuntas. “Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan,” tutur juru bicara Kemenkes dr. Syahril (19/10/2022). “Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya,” katanya.
Baca Juga: Farmakolog; Paracetamol Aman untuk Anak, yang Toxic itu Pelarutnya
Puyer Solusi Obat Sirup?
Persoalannya bagaimana untuk pasien anak dan juga bayi, yang belum bisa mengonsumsi obat kaplet, kapsul?
Mengenai hal itu ada usulan pemberian obat puyer pada anak sebagai pengganti obat sirup.
Namun, apakah pemberian obat puyer masih dibenarkan?
Ketahuilah secara harfiah, kata puyer berasal dari bahasa belanda artinya serbuk.
Baca Juga: 5 Cara Ampuh Hilangkan Bekas Luka Keloid, Tekstur Kulit Kembali Rata
Secara kontekstual, puyer adalah proses dispensing obat dengan cara digerus, baik satu maupun beberapa obat sekaligus.
Obat yang digerus adalah obat jadi, hasil produksi industri farmasi, yang proses pembuatannya sudah sesuai dengan kaidah CPOB.
Zaman dahulu, puyer dibuat ketika sediaan obat sirup untuk anak, belum tersedia.
Risiko Puyer Besar Sekali
Melansir milissehatyop.org (20/01/2020), yang mengutip pernyataan Prof. Iwan Dwi Prahasto, dikatakan peresepan puyer adalah purbakala.
Baca Juga: Waspada Anak Sering Main Gadget, Radiasi HP Bisa Akibatkan Penyakit Mata Ini
Mengutip pidato pengukuhan Prof. Iwan, beliau menyatakan, “Menggerus tablet untuk dijadikan puyer, kapsul, bahkan sirup untuk sediaan anak, atau menggerus tablet atau kaplet untuk dijadikan salep atau krim adalah bentuk off label use yang jamak ditemukan."
"Hal itu terjadi secara turun temurun, berlangsung puluhan tahun tanpa ada yang sanggup menghentikannya."
"Melestarikan penyimpangan, menikmati kekeliruan, dan mengulang-ulang kesalahan tampaknya sudah menjadi hedonisme peresepan."
"Yang satu mengajarkan dan yang lain mengamini sambil menirukan. Itulah cara termudah untuk mendiseminasi informasi yang tidak berbasis bukti."
"Perlu segera dikoreksi. Jika praktek-praktek primitif itu tetap dipertahankan, keselamatan pasien (patient safety) jadi taruhannya,” papar Prof. Iwan.
Mengenai puyer, Prof. DR. dr. Rianto Setiabudy, SpFK menyatakan bahwa peresepan puyer menyandang banyak masalah terkait keselamatan pasien.
Beberapa masalah terkait puyer:
1. Tingginya faktor kesalahan manusia.
2.. Stabilitas obat
3. Risiko toksisitas
4. Pencemaran lingkungan
5. Tingkat higienis
6. Mengurangi efektivitas obat
7. Sulit melacak penyebab efek samping, obat yang mana (menimbulkan masalah)
8. Lebih mahal
9. Potensial tidak rasional.
Baca Juga: Cara Mengatasi Rambut Rontok Secara Alami dari Bahan Ala Rumahan dengan Jus Bawang
Adapun obat yang sudah mendapat izin edar, obat kemasan pabrik farmasi, adalah:
* Obat yang sudah melalui proses penelitian panjang. Penelitian uji klinis sehingga terbukti efektif dan aman.
* Obat yang diproduksi dengan persyaratan ketat dengan kaidah Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), sehingga kandungan obat tetap stabil dan efektif.
Sedangkan obat puyer itu adalah obat yang sudah melalui proses ketat (termasuk dari sisi higienenya), dibuka dari kemasannya, digerus dan dicampur, dibagi ke tiap sachet dengan mata, maka semua kaidah CPOB dilanggar.
Obat juga potensial tidak lagi stabil alias rusak, walhasil efektivitasnya berkurang.
itu baru sebagian rentetan permasalahan yang bisa timbul akibat dispensing obat dalam bentuk puyer.
Dispensing tersebut menimbulkan tanda tanya besar terkait stabilitas obat dan terkait kaidah CPOB, yang seharusnya diperhatikan dan dipatuhi.(*)