Find Us On Social Media :

Pemenuhan Hak Hukum Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Perlu Pelibatan Psikiatri Forensik dan Ahli Hukum yang Tepat

Orang dengan gangguan jiwa atau dengan masalah kejiwaan juga berhak mendapat pelayanan hukum yang tepat.

“Untuk menjawab tantangan tersebut dan meningkatkan kualitas layanan psikiatri forensik, KBAP sebagai sebuah inovasi diuncurkan untuk membantu psikiater untuk melakukan pemeriksaan psikiatri forensik yang efektif dan efisien, analisis yang tajam, dan menyampaikannya dengan lugas baik secara lisan ataupun tertulis.

Baca Juga: Studi: Omega-3 Ternyata Dapat Mencegah Perkembangan Skizofrenia

Baca Juga: Covid-19 Belum Usai, Tetap Biasakan Bersih-bersih dengan Produk yang Aman Bagi Kesehatan

KBAP disusun dengan melibatkan pakar-pakar lintas disiplin dari kedokteran (psikiatri, psikiatri forensik, kedokteran forensik-medikolegal, pendidikan kedokteran), psikologiforensik, dan hukum (akademisi, pengacara, jaksa, hakim) sehingga mampu menjawab kebutuhan konkrit sesuai konteks dan praktik di lapangan,” tegasnya.

Sementara itu, Fajri Nursyamsi SH, MH. Direktur Advokasi dan Jaringan di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) pada kesempatan yang sama mengatakan, “Kondisi kejiwaan seorang tersangka tindak pidana menjadi salah satu pertimbangan dalam melanjutkan proses pemeriksaan, tetapi kondisi itu tidak serta merta menjadikan tersangka dapat dibebaskan dari hukuman. Penilaian harus dilakukan kasus per kasus dan orang per orang, tidak dapat digeneralisasi.”

Fajri menambahkan, “Aparat penegak hukum perlu melakukan pembuktian atas kondisi kejiwaan tersangka untuk dua hal, yaitu pertama, kondisi pelaku ketika terjadi tindak pidana untuk memastikan apakah pelaku dapat mempertanggungjawabkan tindakannya atau tidak.

Kedua, kondisi pada saat pemeriksaan untuk memastikan tersangka siap diperiksa dan menentukan dukungan apa yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum agar proses pemeriksaan dapat berjalan dengan baik, dan infromasi yang disampaikan oleh tersangka dapat dipahami dengan baik oleh aparat penegak hukum.”

“Dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP sudah diatur perihal dasar pemaaf yang dapat dimaknai bahwa jika seseorang mengalami gangguan kejiwaan pada saat melakukan tindak pidana, sehingga tidak dapat bertanggungjawab atas tindakannya itu, maka tidak dipidana. Lalu pada Pasal 44 ayat (2) diatur bahwa hakim dapat memerintahkan pemberian pengobatan kepada orang tersebut.

Untuk sampai kepada kesimpulan bahwa seseorang mengalami gangguan kejiwaan ketika melakukan tindak pidana tidak dapat hanya diterka atau dinilai oleh pihak awam, melainkan harus melalui pemeriksaan ahli yang dilakukan berdasarkan prosedur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Jiwa Untuk Kepentingan Penegakan Hukum.

Baca Juga: Mitos atau Fakta Penderita Kolesterol Dilarang Makan Durian? Simak Disini!

Baca Juga: Penderita Darah Rendah Bisa Diatasi dengan Makan Sate Kambing, Memang Benar? Cek Disini!

Penilaian personal oleh ahli terkait dengan kondisi kejiwaan tersangka atau terdakwa itu juga dapat dijadikan dasar untuk aparat penegak hukum memberikan dukungan layanan atau fasilitas untuk memperlancar proses pemeriksaan terhadap seseorangan dengan disabilitas mental yang sudah diatur pula dalam PP Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi Yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan,” tutupnya. (*)