GridHEALTH.id - Beginilah kisah nyata penyintas HIV/AIDS yang berjuang untuk setarakan pengidap yang lain.
Hingga saat ini, pengidap HIV/AIDS memang kerap kali dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
Banyak dari masyarakat yang masih menganggap para penuintas HIV/AIDS ini berbahaya.
Tak sedikit dari mereka yang mendapatkan diskriminasi dari lingkungannya.
Padahal, para pengidap juga harus bisa bertahan dengan penyakit yang dianggap mematikan ini.
Sama halnya dengan Sari Palupi yang sempat terkejut saat mengetahui dirinya positif HIV.
Sari Palupi mengidap HIV ini sejak tahun 2008 saat hendak akan melahirkan.
Tepat sehari sebelum melahirkan, dirinya mengaku terkejut setelah dinyatakan HIV positif.
Melahirkan pun wajib menjalani operasi alias SC sesuai dengan prosedur bagi penyintas HIV.
Setahun setelah melahirkan, Sari Palupi harus menerima kepedihan saat sang suami meninggal dunia akibat komplikasi HIV dengan penyakit bawaannya tahun 2009.
Keberuntungan masih berpihak kepada perempuan yang kini menjabat Koordinator Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Sumsel ia mengaku bertemu dengan mbak Sari Palupi tahun 2009.
Baca Juga: Kisah Penyintas HIV, 14 Tahun Hidup Berjuang Melawan Penyakit
Tahun 2007 awalnya, Sari dan Suaminya yang berprofesi sebagai ahli desain Nuklir berkebangsaan Inggris sedang mengurus Visa di kedutaan.
Guna memastikan kebenaran hasil uji virus HIV tersebut, Sari yang bercerita sambil sesekali menyeka air matanya segera memeriksakan kesehatannya kesalah satu rumah sakit di Singapura.
"Saya memeriksakan diri secara komprehensif untuk mencari pendapat lain, dan berharap hasilnya negatif."
"Tetapi hasil pemeriksaan menyeluruh di rumah sakit tersebut, juga membuktikan temuan virus HIV dalam tubuh," kata dia sembari kembali menyeka air matanya, saat dibincangi akhir pekan lalu disela-sela kesibukannya.
Ketika hasil tes virus Sari dinyatakan positif, hal berbeda dengan suaminya.
"Suami saya negatif HIV," kata dia yang sebelum menikah dengan suaminya tidak pernah berpacaran.
Bahkan selama setahun-an Sari mengungkapkan dirinya terpaksa pulang pergi Palembang ke Jakarta untuk konsultasi dan berobat di RS Cipto Mangunkusumo di Jakarta.
Dari konsultasi dengan dokter tersebutlah, ia mendapat pencerahan kemungkinan dirinya terpapar HIV akibat tidak sterilnya peralatan layanan kesehatan yang dijalani beberapa waktu sebelumnya.
Dia menuturkan kalau memang melakukan perawatan gigi dengan memasang briket gigi.
Padahal dia mengakui kalau telah memilih fasilitas yang paling mahal di kota tempat tinggalnya. Namun, ternyata justru terpapar virus dari sana.
Sari pun menyarankan untuk bersikap jujur terhadap beberapa orang terdekat akan penyakit HIV yang diidap.
Baca Juga: Kisah Para Penyintas HIV di Indonesia, Berjuang Melawan Diskriminasi Masyarakat
"Bukan hanya kepada pasangan hidup, kepada keluarga pun hendaknya kita menyampaikan dengan jujur," kata perempuan berusia 46 tahun ini.
Bagaimana mau setara atau egaliter, jika penyintas tidak membuka diri kepada masyarakat karena keengganan membuka identitas sebagai penyandang tersebut biasanya dari diri kita.
Dengan membuka diri, maka masyarakat pun akan melihat kalau penyintas bisa hidup normal karena penularan pun tidak semudah virus-virus lain.
Stigma dan diskriminasi terhadap penyintas pun diharapkan akan terkikis.
Itulah kisah nyata penyintas HIV/AIDS yang berani buka diri yang mencoba untuk setarakan nasib para pengidap lainnya.(*)
Baca Juga: Kisah Perjuangan Bunga Penyintas HIV, Berhasil Melawan Ganasnya Virus