Find Us On Social Media :

Rokok Ketengan Akan Dilarang Jokowi, Jadi Upaya Mengurangi Jumlah Perokok Anak Indonesia? Ini Sambutan Baik Mantan Menkes

Rokok ketengan dilarang oleh Jokowi, ini tanggapan baik Mantan Menkes Dr. Nafsiah.

Baca Juga: Tak Hanya Rokok, Penggunaan Vape Juga Tingkatkan Risiko Kanker Paru

“(Rokok) bisa menyebabkan penyakit kanker, paru-paru. Saya sudah liat macam-macam infeksi di mulut kerongkongan saluran pernapasan, dan itu sangat mahal pengobatannya,” lanjutnya.

Pelarangan ini diharapkan bisa menjadi upaya mengurangi jumlah perokok anak di Indonesia, mengingat harga rokok ketengan yang terjangkau, seperti yang disampaikan oleh Dr. Nafsiah dalam kesempatan yang sama.

“Rokok ketengan murah jadi bisa diakses sama mereka yang kelompok ekonomi menengah ke bawah dan anak-anak,” lanjutnya.

Dokter Nafsiah sendiri menyampaikan lebih lanjut bahwa pelaksanaan rencana pelarangan rokok ketengan bukanlah hal yang mudah, di mana saat dirinya masih menjadi Menteri Kesehatan tahun 2012 pun sudah merencanakan aturan ini.

“Wacana penarikan rokok itu sudah dari jaman saya, kalau gasalah itu di PP 61 atau 60, saya lupa dan sudah lama, (tujuannya) supaya anak-anak tidak diperbolehkan beli rokok meskipun atas nama bapaknya,” jelas Dr. Nafsiah.

Menurut Dr. Nafsiah hal ini didasari karena tantangan yang dihadapi, “Di indonesia susahnya policy-nya bagus, tapi pelaksanaannya jelek.”

Lebih lanjut, Dr. Nafsiah menyebutkan untuk membuat anak-anak menjauhi rokok, maka peran besar ada pada lingkungannya, bukan lagi orangtua.

“Kita harus mengedukasi masyarakat bahwa rokok itu ngasih racun, tapi pada remaja peran orangtua sudah tidak berpengaruh, yang berpengaruh itu lingkungan sosial bergaul,” tutup Dr. Nafsiah.

Data Perokok Anak di Indonesia

Melansir dari data Global Youth Tobacco Survey, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), dan Sentra Informasi Keracunan Nasional (Sikernas) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang dikutip oleh Kompas.com, bahwa pada tahun 2013, prevalensi perokok anak mencapai 7,20%, yang naik pada tahun 2016 menjadi 8,80% dan semakin meningkat pada tahun 2019 menjadi 9,10% dan 10,70%.

Ada 3 dari 4 orang yang mulai merokok di usia kurang dari 20 tahun. Dari data ini diperkirakan jika tidak dikendalikan segera, maka prevalensi perokok anak akan meningkat hingga 16% di tahun 2030.

Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya revisi PP 109/2012 ini bisa menjadi langkah efektif menurunkan perokok anak di Indonesia, seperti yang diharapkan oleh Kementrian Kesehatan dalam laman resmi Sehat Negeriku. (*)

Baca Juga: Revisi PP 109 Tahun 2012 Tuai Pro-Kontra, Kepentingan Kesehatan vs Ekonomi Berbicara di Tengah Kondisi Indonesia Darurat Perokok Anak