Find Us On Social Media :

Malika Ditemukan Setelah 26 Hari Jadi Korban Penculikan, Kondisi Psikologis Sang Anak Jadi Perhatian, Beginilah yang Terjadi

Malika, korban penculikan anak akhirnya ditemukan dan psikologisnya jadi perhatian

GridHEALTH.id - Kondisi psikologis inilah yang bisa terjadi pada Malika, seorang anak dari korban penculikan.

Polisi akhirnya menemukan Malika Anastasya (6), bocah perempuan yang diculik seseorang di Jalan Gunung Sahari 7A, Sawah Besar, Jakarta Pusat pada Senin (2/1/2023) malam.

Malika sudah menghilang selama 26 hati dibawa kabur oleh penculik.

Diketahui, Malika sempat menghilang usai diculik pria bernama Iwan Sumarno alias Jacky alias Herman alias Yudi, di kawasan Gunung Sahari, Sawah Besar, Jakarta Pusat pada 7 Desember 2022 lalu.

Sebelum ditemukan di Ciledug, Malika ternyata sempat dibawa penculik ke daerah Jakarta Utara untuk melakukan kegiatan memulung.

Tim Pelayanan, Pengawasan dan Pengendalian Sosial (P3S) Suku Dinas Sosial (Sudinsos) Jakarta Utara pun sempat ikut mencari Malika di lokasi pemulung daerah tersebut.

Malika Ditemukan dalam Kondisi Sehat

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Gunarto memastikan bahwa gadis cilik tersebut dalam kondisi sehatHingga akhirnya, Malika selanjutnya akan dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk pemeriksaan dan perawatan.

Tentu saja, kondisi psikologis Malika jadi sorotan banyak orang.

Rehabilitasi fisik menjadi hal yang harus dilakukan pertama kali untuk memastikan kondisi korban penculikan.

Penjelasan itu disampaikan oleh Reza Indragiri Amril, psikolog forensik, dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Selasa (3/1/2023).

Baca Juga: Influencer Gitasav Jadikan Stunting Sebagai Ejekan, Ini Akibatnya Salah Memaknai Stunting

“Kalau kita berasumsi bahwa korban ini mengalami kesakitan atau penderitaan yang sifatnya multidimensional, maka sudah jelas protokolnya secara berurutan adalah dimulai dengan rehabilitaasi fisik terlebih dahulu,” urainya.

Setelah proses rehabilitaasi fisik, kemudian dilanjutkan dengan proses rehabilitasi secara psikis.

“Secara paralel atau bahkan secara serial, dilanjutkan dengan rehabilitasi psikis. Ketika dua dimensi tersebut, yaitu rehabilitasi fisik dan psikis sudah tertangani dengan baik, maka masuk ke tahap selanjutnya, yaitu rehabilitaaasi secara sosial,” jelasnya.

Tentu saja, tujuan rehabilirasi sosial tersebut dilakukan agar anak bisa kembali bersosialisasi.

Bukan hanya itu saja, Malika juga dibantu agar dirinya tidak berkelut dengan pikirannya yang sebagai korban penculikan, atau korban penganiayaan.

Mengalami Krisis Kepercayaan

Selama 26 hari bersama penculiknya, kata Reza, sangat mungkin korban mengalami krisis kepercayaan yang luar biasa.

“Terutama sekali terhadap tokoh primer, terhadap pengasuh, terhadap orang tua, terhadap keluarga, yang notabene pihak yang paling bertanggung jawab terhadap keselamatan anak tersebut," tambahnya.

Melansir dari healthyplace.com, ahli lain tentang gangguan keterikatan setuju bahwa, risiko tertinggi terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan.

Proses perkembangan yang mendasar dan perlu ini memengaruhi perkembangan fisik, kognitif, dan psikologis anak.

Hal itu menjadi dasar untuk pengembangan kepercayaan atau ketidakpercayaan dasar, dan membentuk bagaimana anak akan berhubungan dengan dunia, bagaimana anak akan belajar, dan bagaimana anak akan membentuk hubungan sepanjang hidup.

Reza Indragiri pun juga memberikan tanggapannya soal psikologis Malika yang harus dijaga.

Baca Juga: Efek Traumatis Anak yang Jadi Korban Pelecehan dan Kekerasan Seksual

Terlebih, soal kepercayaan dari korban yang bisa muncul dan juga rasa aman berada di lingkungan keluarganya.

“Itu menjadi pondasi bagi anak untuk kemudian bersosialisasi dalam skala yang lebih luas, keluar rumah, berteman, bersekolah dan seterusnya.”

“Kembali mengokohkan rasa keyakinan, kepercayaan bahwa keluarga, orang tua, mampu menjaga diri si anak, itulah yang paling mendesak,” tegas dia.(*)

Baca Juga: Ini Dia 6 Makanan Pembangkit Gairah Pria Agar Lebih Perkasa di Ranjang