GridHEALTH.id - Inilah penjelasan cegah stunting dengan pemberian biskuit pada anak.
Stunting adalah salah satu tolak ukur untuk menilai kekurangan gizi pada anak.
Anak yang mengalami stunting dinilai gagal mencapai potensi pertumbuhannya.
Ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi kondisi ini, mulai dari kekurangan gizi, kondisi kesehatan sampai mengidap penyakit.
Seorang anak pun akan dinyatakan stunting apabila tinggi badannya lebih pendek untuk anak seusianya.
Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25/1), dimana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022.
Penurunan stunting ini terjadi di masa pandemi bukan terjadi di masa biasa.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengharapkan, di masa yang normal tahun ini penurunan kasus stunting diharapkan bisa lebih tajam lagi sehingga target penurunan stunting di angka 14% di 2024 dapat tercapai.
Secara jumlah yang paling banyak penurunan angka stunting adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Banten.
Kalau mau mengejar penurunan stunting hingga 14% artinya mesti turun 3,8% selama 2 tahun berturut-turut.
Caranya mesti dikoordinasi oleh BKKBN dan berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga lain.
Baca Juga: Mencegah Stunting, Tribun Jakarta Kompas Gramedia Salurkan Bantuan Telur untuk Balita
Standard WHO terkait prevalensi stunting harus di angka kurang dari 20%.
Kementerian Kesehatan melakukan intervensi spesifik melalui 2 cara utama yakni intervensi gizi pada ibu sebelum dan saat hamil, serta intervensi pada anak usia 6 sampai 2 tahun.
Benarkah Biskuit Bisa Cegah Stunting?
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengganti pemberian biskuit sebagai makanan tambahan pada balita dan ibu hamil.
Hal itu berguna untuk mencegah stunting dan wasting dengan protein hewani, berbahan pangan lokal yang disesuaikan dengan wilayah masing-masing.
Hal ini tertuang dalam Petunjuk Teknis (Juknis) baru yang dikeluarkan Kemenkes, terkait Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Berbahan Pangan Lokal untuk Balita dan Ibu Hamil.
Adapun wasting adalah kondisi saat seorang anak kekurangan gizi akut (malnutrisi) sehingga berat badannya menurun drastis sampai sangat rendah di bawah rentang normal.
"Untuk rutin sesuai juknis, kita akan gunakan bahan pangan lokal sesuai daerah masing-masing. Menu-menunya sudah kita buatkan, tapi sesuai dengan ketersediaan bahan pangan di daerah masing-masing," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maria Endang Sumiwi saat ditemui di Gedung Prof. Sujudi Kemenkes, Rabu (17/5/2023).
Cara ini merupakan upaya untuk, mencapai target percepatan penurunan stunting dan wasting pada balita, serta penurunan prevalensi ibu hamil kurang energi kronis (KEK).
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka stunting di dalam negeri mencapai 21,6 persen, dan angka wasting sebesar 7,7 persen.
Angka stunting menurun, tetapi angka wasting tidak menurun.
Kendati begitu, biskuit akan tetap digunakan dalam situasi darurat (emergency).
Baca Juga: Program Kader Posyandu untuk Cegah Stunting yang Menyasar Ibu dan Anak
"Biskuit tetap kita gunakan dalam situasi-situasi emergency. Jadi pada saat situasi bencana ketika saat itu (biskuit) untuk bencana," kata dia.
Sebelumnya, Kemenkes melakukan uji coba PMT pada tahun 2022 di 31 kabupaten/kota.
Sebanyak 16 di antaranya adalah pemberian dengan bahan makanan pangan lokal.
Pemerintah daerah juga sudah dapat melaksanakan kegiatan PMT berbahan pangan lokal melalui berbagai sumber dana yang dimiliki.
Baca Juga: Fakta Menarik, Singkong Diyakini Bisa Turunkan Risiko Stunting