Selain itu, jika sel kanker sudah menyebar ke bagian tubuh lain seperti tulang, maka akan timbul keluhan pada organ yang terdampak.
"Kalau sudah lebih lanjut lagi, berat badannya turun. Kecurigaan akan meningkat dengan adanya gejala lain seperti nyeri tulang, fraktur patologis ataupun penekanan sumsum tulang," jelasnya.
Kapan Harus ke Dokter?
Lantaran tidak ada gejala khusus pada stadium awal, untuk mengetahuinya, disarankan rutin melakukan skrining terutama pria yang sudah berusia di atas 50 tahun.
Tidak hanya pada usia lanjut, skrining juga dilakukan pada orang-orang yang mempunyai faktor risiko.
Pemeriksaan diperlukan, terutama oleh seseorang yang mempunyai anggota keluarga sedarah dengan riwayat penyakit ini. Karena risikonya bisa naik dua kali lipat.
"Kalau sudah di atas 45 tahun dan ada riwayat kanker prostat di keluarga, itu juga perlu skrining," tuturnya.
Faktor risiko lain yang dijadikan pertimbangan untuk melakukan skrining yakni bila pola makan tidak sehat, jarang olahraga, mempunyai penyakit sindrom metabolik, hingga merokok.
Pemeriksaan untuk deteksi dini kanker prostat dilakukan melalui tiga cara di antaranya colok dubur, pemeriksaan darah melalui PSA (Prostate Spesific Antigen), dan biopsi prostat.
"Karena kalau dilihat letaknya di dalam dan untuk melakukan pemeriksaan ini, paling tidak harus melakukan USG atau memasukkan jari ke lubang dubur untuk meraba prostat," kata profesor Agus Rizal.
Tetapi cara tersebut mungkin akan kurang nyaman ketika dilakukan. Sehingga, bisa melakukan metode lain yakni PSA.
Pemeriksaan PSA diketahui mempunyai sensitivitas sebesar 21 persen dan spesisifitas sekitar 91 persen, yang membuat hasil pemeriksaan lebih akurat.
Tidak seperti pemeriksaan darah untuk penyakit lain, PSA dapat dilakukan tanpa adanya persiapan apapun. (*)