Find Us On Social Media :

Kemenkes Temukan Lebih dari 800 Ribu Kasus TBC di Indonesia, Ini Penyebabnya

Penyebab kenaikan kasus TBC dari tahun sebelumnya.

GridHEALTH.id - Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu dari sekian banyaknya masalah kesehatan terkait sistem pernapasan.

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang menyerang paru-paru.

Dari data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, diketahui saat ini kasus TBC di Indonesia mengalami peningkatan.

Pada 2022 dilaporkan ada sekitar 724.000 kasus TBC di Indonesia, sementara pada 2023 meningkat menjadi 809.000 kasus.

Jumlah tersebut, menurut Kemenkes jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kasus sebelum pandemi COVID-19.

Sebelum pandemi COVID-19, prevalensi rata-rata kasus TBC di bawah 600.000 per tahun.

"Sebelum pandemi, penemuan kasus TBC hanya mencapai 40-45% dari estimasi kasus TBC jadi masih banyak yang belum ditemukan atau juga dilaporkan," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dr. Imran Pambudi dikutip dari Sehat Negeriku (30/1/2024).

Apa Penyebab Kasus TBC Naik?

Faktor yang memicu kenaikan kasus TBC di Indonesia, berkaitan dengan upaya pemeriksaan penyakit ini.

Sama halnya dengan COVID-19, jika tidak dites, dideteksi, dan dilaporkan maka angka kejadiannya bisa terlihat rendah sehingga sering terjadi under reporting.

Kondisi ini, mengakibatkan pengidap TBC tak sadar dengan kondisinya dan akhirnya berkeliaran, serta berpotensi menularkan karena tidak diobati.

Sebaliknya, jika lebih banyak kasus yang terdeteksi, maka potensi pengidap untuk sembuh dan menularkan menjadi rendah.

Karena itulah, Kemenkes melakukan perbaikan sistem deteksi dan pelaporan, sehingga data menjadi real time.

Baca Juga: Batuk Bisa Jadi Gejala Awal Kanker Paru, Ciri-ciri Seperti Apa yang Perlu Diwaspadai?

Tak hanya itu, laboratorium atau fasilitas kesehatan saat ini bisa melaporkan secara langsung, sehingga data dan penemuan kasus menjadi lebih baik.

"Hasilnya, dari 60% kasus yang tadinya tidak temukan, saat ini hanya 32% kasus yang belum ditemukan," katanya.

"Oleh karena itu, laporan atau notifikasi kasus juga menjadi lebih baik karena menemukan lebih banyak sesuai angka perkiraan yang diberikan WHO," sambungnya.

Lebih lanjut, dokter Imran mengatakan peningkatan kasus juga berarti ada lebih banyak orang dengan TBC yang dapat dideteksi dan diobati.

"Kenaikan insiden TBC di Indonesia pada tahun 2020 dan 2021 sekitar 14,9 persen per tahun, sementara di tahun 2021 dan 2022, peningkatan insiden mencapai 42,3 persen per tahun," jelasnya.

Meski terjadi peningkatan dari data tahun lalu, diperkirakan kasusnya tahun 2024 ini justru akan mengalami penurunan.

Ia mengimbau masyarakat untuk disiplin menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

Selain itu, sebaiknya menghindari kontak dengan orang yang mengidap TBC dan menjaga daya tahan tubuh dengan pola makan seimbang serta olahraga.

Bagi masyarakat yang berisiko tinggi, diharapkan bisa melakukan vaksinasi BCG dan menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala.

"TBC tetap menjadi tantangan global dalam dunia kesehatan. Dengan meningkatkan kesadaran, akses ke perawatan, dan langkah-langkah pencegahan, kita dapat bersama-sama mengatasi penyebaran penyakit ini dan melindungi kesehatan masyarakat," ucapnya. (*)

Baca Juga: Tak Hanya Pernapasan, Ternyata Pendengaran Bisa Terganggu karena Polusi Udara, Ini Alasannya