Find Us On Social Media :

Posisi Kedua di Dunia, Begini Upaya Penanggulangan TBC di Indonesia

Kasus TBC di Indonesia meningkat pasca pandemi COVID-19.

GridHEALTH.id - Tuberkulosis atau TBC kasusnya masih cukup tinggi di Indonesia.

Bahkan berdasarkan Global TB Report tahun 2023, Indonesia menduduki peringkat kedua setelah India sebagai negara dengan beban TBC tertinggi di dunia.

Kementerian Kesehatan mengatakan, adanya lonjakan penemuan kasus TBC di Indonesia.

Ini terjadi dalam kurun waktu dua tahun terakhir atau pasca pandemi COVID-19.

"Hasilnya dua tahun terakhir menemukan kasus melebihi era COVID-19. Tahun 2022 kita ketemu 724 ribu kasus, tahun 2023 800 ribu kasus," kata perwakilan Kemenkes RI Dr. Tiffany Tiara Pakasi dalam konferensi pers peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia oleh Stop TB Partneship Indonesia, Senin (25/3/2024).

Seperti diketahui TBC termasuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan menyerang paru-paru.

Penyakit ini dapat menular dengan mudah melalui droplet yang dikeluarkan saat orang berbicara, bersin, atau batuk.

Tuberkulosis dapat dialami oleh siapapun dan berisiko menurunkan kualitas hidup pengidapnya.

Pada TBC aktif misalnya, menyebabkan gejala batuk terus-menerus, nyeri dada, kehilangan berat badan, hingga tidak enak badan. 

Efeknya yang tidak bisa disepelekan, membuat dunia sepakat menargetkan eliminasi TBC pada 2030 mendatang.

Pada tahun tersebut, diharapkan terjadi penurunan angka kematian akibat tuberkulosis hingga 90 persen.

Baca Juga: Hari Tuberkulosis Sedunia, Inilah Penyebab dan Cara Menyembuhkannya

Dukungan Upaya Eliminasi TBC

Ketua Yayasan Stop TB Partnership Indonesia dr. Nurul Nadia Luntungan, menjabarkan beberapa langkah yang dapat dilakukan.

Apa yang terjadi saat ini, penemuan kasus TBC yang masif, sudah menjadi langkah awal yang baik. Namun, harus juga didukung dengan pengobatan yang maksimal.

"Harus ditemukan dan betul-betul diobati sampai sembuh, orang-orang yang terkena TBC. Saat ini yang ditemukan (kasusnya) sudah tinggi, tapi masih harus ditingkatkan lagi dan harus diobati," ujarnya. 

Ia juga menekankan diperlukan juga diagnosis TBC yang dapat dilakukan lebih cepat.

Pasalnya dari data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), saat ini kasusnya lebih banyak ditemukan di rumah sakitm

"Diharapkan nanti diagnosisnya banyak dan lebih cepat, sebelum sampai rumah sakit. Karena di rumah sakit, umumnya sudah rujukan dari Puskesmas dan lainnya," kata dokter Nurul.

Ia melanjutkan, "Harapannya, supaya bisa lebih cepat terdiagnosa di fasilitas kesehatan primer."

Dengan begitu, maka orang-orang dengan TBC tidak lagi menjadi agen penularan di masyarakat.

Dua hal tersebut, juga didukung oleh pengobatan pencegahan pada pasien TB laten, adanya dukungan nutrisi yang baik, dan pemberian vaksinasi.

Selain itu, peneliti TBC Indonesia dr. Ahmad Fuady, juga mengatakan pasien TBC juga perlu mendapatkan dukungan moril dari kerabat terdekatnya.

"Kalau Indonesia sukses, dunia juga akan ikut sukses. Kalau Indonesia terseok-seok, ini juga akan mempengaruhi global juga," pungkas dokter Nurul. (*)

Baca Juga: Kasus TBC di Indonesia Naik, Segera Berobat Bila Alami Gejala Seperti Ini