GridHEALTH.id - BPOM kini tengah fokus menertibkan peredaran skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan di klinik kecantikan.
Kegiatan ini dilakukan serentak bersama 76 unit pelaksana teknis (UPT) BPOM di seluruh Indonesia.
Sebagai upaya memperkuat pengawasan, BPOM menyelenggarakan Forum Koordinasi Penertiban Skincare Beretiket Biru pada Senin, 6 Mei 2024.
Kampanye Nasional “Waspada Skincare Beretiket Biru yang Tidak Sesuai Ketentuan”
Forum ini, yang mengusung tema BERSERU (Bersama Tertibkan Skincare Beretiket Biru), menjadi momen Kick-Off dari Kampanye Nasional “Waspada Skincare Beretiket Biru yang Tidak Sesuai Ketentuan”.
Forum ini bertujuan mewujudkan kolaborasi lintas sektor dalam pembinaan, pengawasan, pemberdayaan masyarakat, serta penindakan hukum terkait peredaran skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan.
Mengapa Ada Skincare Berbahaya?
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BPOM RI, L. Rizka Andalusia, menjelaskan bahwa kampanye ini bertujuan meningkatkan literasi masyarakat tentang bahaya penggunaan kosmetik, terutama skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan.
Skincare beretiket biru merujuk pada produk perawatan kulit yang mengandung bahan obat keras, dibuat massal, dan diedarkan tanpa resep atau pengawasan dokter.
Produk ini seharusnya bersifat personal, disiapkan untuk pasien berdasarkan resep dokter setelah konsultasi dan diagnosis.
Dari sisi mutu, produk ini memiliki jangka waktu kestabilan pendek dan tidak boleh disimpan atau digunakan dalam jangka waktu lama.
Baca Juga: Bahaya Terlalu Banyak Menggunakan Skincare pada Wajah yang Justru Berdampak Buruk
Temuan BPOM
BPOM menemukan peredaran skincare beretiket biru secara tidak bertanggung jawab tanpa pengawasan atau resep dokter.
Pengawasan yang dilakukan BPOM pada klinik kecantikan di seluruh Indonesia pada 19-23 Februari 2024 menemukan 51.791 produk kosmetik tidak memenuhi ketentuan, dengan nilai keekonomian mencapai Rp2,8 miliar.
Produk ini termasuk kosmetik dengan bahan berbahaya, skincare beretiket biru tidak sesuai ketentuan, kosmetik tanpa izin edar, produk injeksi kecantikan, dan kosmetik kedaluwarsa. Skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan banyak ditemukan di wilayah kerja Loka POM Kabupaten Bungo, Balai Besar POM Pekanbaru, dan Balai Besar POM Surabaya.
Dampak dan Upaya BPOM
Penggunaan skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan berisiko membahayakan kesehatan pengguna. Selain itu, peredaran produk ini menurunkan daya saing pelaku usaha yang mematuhi ketentuan karena menggerus pasar produk kosmetik legal.
BPOM telah melakukan berbagai upaya pembinaan untuk meningkatkan pemahaman pelaku usaha dan profesi terkait regulasi yang berlaku, serta intensifikasi pengawasan untuk meningkatkan kepatuhan pelaku usaha terhadap regulasi yang ada.
Kolaborasi Lintas Sektor
BPOM juga menginisiasi penandatanganan komitmen kerja sama dengan asosiasi profesi kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski).
Asosiasi ini diharapkan aktif menindaklanjuti hasil pengawasan skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan dan menerapkan sanksi kepada anggotanya yang melanggar.
BPOM menggalang pernyataan dukungan “Bersama Tertibkan Skincare Beretiket Biru” dari setiap unsur pentahelix (pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media). Dukungan ini didapatkan dari public figure, kementerian/lembaga, akademisi, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), asosiasi pelaku usaha, dan Indonesian E-Commerce Association (idEA).
Baca Juga: 6 Tips Tetap Awet Muda Tanpa Skincare, Tak Perlu Keluar Uang Banyak