Hal ini terus berkembang selama 80 tahun terakhir, mempengaruhi obat-obatan seperti tetrasiklin, makrolida, sulfonamid, dan kombinasi trimetoprim, serta yang terbaru kuinolon.
Di banyak negara, resistsn terhadap ciprofloxacin sangat tinggi, resisten zaitromisin meningkat dan resistensi terhadap cefixime, serta ceftriaxone terus muncul.
Selain yang disebutkan sebelumnya, peningkatan penyakit infeksi menular seksual yang juga menjadi perhatian WHO adalah hepatitis dan HIV.
Pada 2022, tercatat 1,2 juta kasus baru hepatitis B dan hampir 1 juta kasus baru hepatitis C.
Perkiraan jumlah kematian akibat virus hepatitis meningkat dari 1,1 juta pada 2019 menjadi 1,3 juta pada 2022.
Infeksi HIV baru hanya berkurang dari 1,5 juta pada 2020 menjadi 1,3 juta pada 2022.
Kasus infeksi HIV paling banyak terjadi pada kelompok laki-laki yang berhubungan sejenis, pengguna narkoba suntik, pekerja seks, transgender, dan yang lainnya.
Selain kasus barunya yang hanya mengalami sedikit penurunan, perhatian lebih juga diperlukan karena kematian akibat penyakit ini tetap tinggi.
Pada 2022 tercatat ada 630.000 kematian terkait HIV, 13% di antaranya terjadi pada anak di bawah usia 15 tahun.
Untuk mengurangi risiko penularan, diharapkan kelompok yang berisiko tinggi untuk menjalani pemeriksaan secara sukarela.
Dengan begitu, dapat dilakukan deteksi lebih dini dan pencegahan pun menjadi lebih efektif dilakukan. (*)
Baca Juga: Wabah Sifilis Melanda Eropa, Ketahui Gejalanya yang Sering Terbaikan