Selain itu, Yayasan SAPDA melalui CATAHU Kekerasan Berbasis Gender dan Disabilitas (KBGD) 2022 melaporkan 81 KBGD sepanjang tahun, di mana perempuan tuli adalah penyantas terbanyak.
Melihat situasi seperti ini, Nissi Taruli Felicia tergerak untuk mendirikan FeminisThemis dengan tujuan mencipatkan komunitas feminis yang inklusif dan edukatif bagi kelompok tuli.
Sehingga, perempuan dari kelompok ini mampu melawan ketidakadilan serta memperjuangkan kesetaraan gender.
Nissi mengungkapkan, tidak terpenuhinya hak Bahasa Isyarat, membuat komunikasi dan berekspresi, serta mengakses informasi jadi terbatas.
"Selain itu, mereka juga memiliki keterbatasan pengetahuan dan akses informasi, terutama yang bersifat pribadi seperti mengenai hak tubuh, hak kesehatan seksual, dan reproduksi," ujarnya.
Nissi menambahkan, "Yang tak kalah menantang, ada pula kecenderungan victim blaming di mana banyak masyarakat masih menyalahkan pihak penyintas saat mereka melaporkan kekerasan seksual sehingga membuat penyintas lainnya memilih diam."
FeminisThemis Academy hadir sebagai forum edukasi yang bertujuan meningkatkan literasi kesadaran diri dan kesetaraan gender untuk mencegah kekerasan yang kerap menimpa perempuan tuli.
Diselenggarakan untuk kedua kalinya, kali ini program tersebut didukung oleh Unilever Indonesia.
"Kolaborasi Unilever Indonesia dengan FeminisThemis berlandaskan pada misi bersama untuk mewujudkan masyarakat yang lebih adil, beragam, dan inklusif. Terlebih lagi, tujuan dari penyelenggaraan program 'FeminisThemis Academy' juga sangat sejalan dengan tiga fokus Equity, Diversity & Inclusion yang kami jalankan," kata Head of Communication Unilever Indonesia Kristy Nelwan.
"FeminisThemis Academy 2024" akan berlangsung selama Juni-September, yang ditutup pada Hari Bahasa Isyarat Internasional pada 23 September.
Programnya terdiri dari Training of Trainers untuk fasilitator Tuli, workshop offline di tiga kota (Bandung, Malang, dan Yogyakarta), serta rangkaian webinar. (*)