GridHEALTH.id - Stunting, menurut World Health Organization (WHO), adalah kondisi di mana pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu akibat kurangnya asupan gizi, infeksi, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai.
Salah satu ciri utamanya adalah tinggi badan anak yang lebih rendah dibandingkan standar usianya. Anak dikategorikan stunting bila tinggi badannya berada di bawah minus 2 deviasi pada kurva pertumbuhan WHO.
Penderita stunting rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, dan produktivitas yang rendah.
Stunting juga mempengaruhi perkembangan otak anak, menurunkan IQ sekitar 15 poin, dan mengganggu fungsi kognitif serta perilakunya. Hal ini membuat anak sulit beradaptasi di lingkungannya.
Pencegahan stunting harus dimulai sejak 1000 hari pertama kehidupan, termasuk saat anak masih dalam kandungan.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) oleh Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), angka stunting di Indonesia menurun dari 24,4% pada 2021 menjadi 21,6% pada 2022.
Meski demikian, untuk mencapai target 14% pada 2024 sesuai Peraturan Presiden (Perpres) No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, diperlukan penurunan sebesar 3,8% per tahun.
Meskipun ada tren penurunan, prevalensi stunting pada balita di Indonesia masih jauh dari harapan. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan angka prevalensi stunting masih 21,5%. Hal ini menegaskan bahwa pencegahan lebih efektif dibandingkan penanganan stunting.
Sebagai upaya percepatan penurunan angka stunting dan memastikan pendampingan, pendataan, monitoring, dan evaluasi, pemerintah mencanangkan Gerakan Pengukuran dan Intervensi Serentak Pencegahan Stunting pada 2024.
Gerakan ini dilakukan serentak pada bulan Juni sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi angka stunting di Indonesia.
Melalui gerakan ini, pemerintah berharap dapat mencapai penurunan signifikan dalam angka prevalensi stunting hingga 14% pada 2024, menciptakan generasi mendatang yang lebih sehat dan cerdas dalam rangka mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Baca Juga: Apa Itu Gerakan Pengukuran dan Intervensi Serentak Pencegahan Stunting
Gerakan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Wakil Presiden pada Rapat Tingkat Tinggi Menteri di Istana Wakil Presiden pada 19 Maret 2024.
Dalam aplikasinya, gerakan ini melibatkan kolaborasi lintas sektor dan lintas program dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, puskesmas hingga desa, untuk memastikan seluruh sasaran mendapatkan intervensi sesuai standar agar hasilnya akurat dan cakupan layanan meningkat.
Pemerintah juga menginstruksikan kegiatan intervensi pencegahan stunting melalui pendataan, penimbangan, pengukuran, edukasi, dan intervensi bagi ibu hamil, balita, dan calon pengantin.
Tujuannya adalah mendeteksi dini masalah gizi, memberikan edukasi pencegahan stunting, melakukan intervensi segera bagi yang memiliki masalah gizi, dan meningkatkan cakupan sasaran ke posyandu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi), didampingi Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin, meninjau langsung kegiatan Gerakan Intervensi Serentak Pencegahan Stunting pada Selasa (11/6) di Posyandu Wijaya Kusuma di Kebon Pedes, Kota Bogor, Jawa Barat, dan Posyandu Integrasi RW 02 Cipete Utara, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Jokowi menekankan pentingnya konsolidasi dan kerja sama seluruh pihak dalam menurunkan angka stunting.
Menurutnya, stunting tidak hanya terkait makanan dan gizi, tetapi juga sanitasi dan lingkungan, yang mempengaruhi masalah air dan lainnya.
Presiden optimis target pemerintah dalam penanganan stunting akan tercapai. “Kita ingat di 2014 kita masih di angka 37 (persen). Kemudian selama 9 tahun turun menjadi 21 (persen). Memang kemarin turunnya hanya kecil 0,1 (persen), tapi apapun kerja keras dan usaha yang telah dilakukan oleh daerah, oleh posyandu, harus kita hargai,” ujar Presiden.
Baca Juga: Panduan Anti-Stunting untuk Ibu Hamil dari BKKBN, Terapkan Sejak Trimester Awal