GridHEALTH.id - Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2010 yang berjudul Born Too Soon, The Global Action Report on Preterm Birth, menempatkan Indonesia pada urutan 5 sebagai negara dengan jumlah bayi prematur terbanyak di dunia.
Jika demikian adanya, berarti calon generasi penerus bangsa Indonesia sangat banyak yang rentan mengalami kebutaan.
Baca Juga : Pijat Bayi dengan Baby Losion, Metabolisme dan Daya Tahan Tubuh Optimal
Menurut Dr. dr. Crerezna Heriawan Soejono, Sp.PD-KGer, Direktur Utama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, saat peluncuran program JAK-ROP (17/10), di RSCM Kirana, Jakarta, saat ini sekitar 4,5 juta anak di Indonesia 30% lahir prematur, dan berisiko terkena ROP, “Menangani kasus ROP harus sedini mungkin, supaya tidak terjadi kebutaan. Jika tidak, maka tidak bisa tertolong.”
Jika seorang anak mengalami kebutaan, maka kesempatan untuk menjadi penerus bangsa unggulan sirna.
Baca Juga : Baby-Led Weaning Berbahaya Bagi Bayi, Jangan Asal Ikut Trend!
Biaya yang harus dikeluarkan untuk si anak menjadi beban negara, juga orangtua, yang jumlahnya tidak sedikit, bisa mencapai 14.03 milyar.
Menurut Prof. Dr. Rita S. Sitorus, Sp.M(K), Ph.D, Pakar Kesehatan Mata Anak RSCM, Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Mata Universitas Indonesia, “Data global melaporkan setiap menit satu anak mengalami kebutaan. Kebutaan pada anak menyebabkan peningkatan beban ekonomi, karena masa kebutaan anak jauh lebih lama dibandingkan dewasa. Bebannya bisa mencapai 23 kali lipat dibandingkan kebutaan akibat katarak pada orang dewasa.”
Sedihnya lagi, papar Prof. Rita, di acara yang sama, 66% rujukan yang masuk ke RSCM untuk gangguan penglihatan Retinopati Prematuritas (ROP) sudah masuk ke dalam stadium lanjut.
Supaya kondisi ini tidak tumbuh, skrining terhadap bayi lahir prematur harus dilakukan.
Baca Juga : Heboh Pria Dengan Dua Alat Kelamin Bikin Geger, Ini Penjelasannya
Supaya agresif, maka dilakukan program jemput bola yang dinamakan JAK-ROP. Sebuah program kerjasama antara RSCM dengan Helen Keller International Indonesia yang didukung oleh Standard Chartered Bank.
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar