Syaratnya yaitu memiliki daya serap minimal 10 kali dari berat produk dan tidak ada fluoresensi yang menunjukkan kontaminasi klorin. Fluoresensi merupakan uji yang dilakukan untuk melihat adanya kandungan klorin yang terdapat dalam pembalut.
Baca Juga : Kasus Obesitas Semakin Banyak, Ini 5 Tanda Tubuh Mulai Kegemukan
Metode bleaching yang dilakukan pun juga diawasi, yaitu hanya boleh menggunakan teknik Elemental Chlorine-Free (ECF) atau Totally Chlorine-Free (TFC).
EFC adalah proses bleachingyang menggunakan klorin dioksida sebagai zat pemutih dan dinyatakan bebas dioksin. Sedangkan TCF merupakan metode bleaching yang biasanya menggunakan hidrogen peroksida dan juga dinyatakan bebas dioksin.
Untuk menghindari kontak alat kelamin dengan bahan-bahan berbahaya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyarankan agar para wanita menggunakan pembalut kain yang lebih bersih dan juga bisa dicuci.
Sayangnya, pembalut kain seperti yang dipakai wanita dulu, kini tak lagi diminati masyarakat. Pembalut kain dinilai kurang praktis. Bagi wanita yang aktif, penggunaan pembalut kain dikhawatirkan tidak bisa menampung darah yang keluar saat menstruasi.
Selain kontrol dari pemerintah, kita sebagai pemakai juga turut berperan dalam memilih pembalut yang aman untuk dipakai.
Caranya, beli pembalut yang tidak mengandung parfum, deodoran, atau wewangian. Pembalut jenis itu dapat menyebabkan iritasi pada vagina dengan memunculkan reaksi alergi.
Baca Juga : Anak SD Dihukum Push Up Ratusan Kali, Ini Bahayanya Bagi Pertumbuhan Tulang
Selain itu, rutinlah mengganti pembalut ketika sedang haid. Apa pun merek dan jenis yang digunakan, sering-seringlah mengganti pembalut setiap 3 atau 4 jam sekali, bahkan ketika darah menstruasi yang keluar sudah tidak deras.
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar