Keluarga pernah menanyakan kepada dr. Soeko mengenai pilihannya bertugas di Papua. Saat itu, Soeko menjawab jika tenaga dokter lebih dibutuhkan di Papua.
"Dia cuma (menjawab) di Semarang itu sudah banyak dokter, kalau aku di sini tidak ada gunanya, sudah banyak orang pintar. Kalau di sana (Papua) paling tidak aku bisa berbuat sesuatu, itu saja," ujarnya almarhum dr Soeko semasa hidup.
Endah mengatakan, kakaknya sudah bertugas di Papua selama 15 tahun.
Selama bertugas di Papua, lanjutnya, lokasi tugas kakaknya berpindah-pindah tempat dan yang terakhir bertugas di Tolikara.
Sehari sebelum kejadian, lanjut Endah, kakaknya sempat mengirim SMS ke beberapa orang keluarganya.
"Sehari sebelumnya itu ternyata dia sempat mengirimkan SMS ke beberapa om (paman) dan tante. Isinya potongan ayat Kursi, kita tidak mengerti maksudnya apa, terus tiba-tiba dengar kabar seperti ini," ujarnya.
Kepala Balai Penanggulangan dan Pengendalian AIDS, Tuberkolosis dan Malaria (ATM) Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua dr Beeri Wopari mengatakan, dokter Soeko Marsetiyo bertugas di Tolikara sejak tahun 2013.
"Lebih banyak bertugas di Puskesmas, artinya di daerah terpencil, kurang lebih dua jam dari ibu kota kabupaten. Dua jam itu dengan medan yang berat dan beliau lebih banyak di sana, tetapi memang pilihan beliau tugas di pedalaman," ungkapnya.
Disampaikannya, di tempat tugasnya, dokter Soeko Marsetiyo sangat dekat dengan masyarakat.
"Beliau ini sangat disayangi oleh masyatakat di sana. Kita tenaga kesehatan masih sangat kurang, terutama di daerah-daerah pedalaman, jadi dengan beliau berpulang tentu untuk mengisi tenaga dokter kembali itu tidak mudah," ujarnya.(*)
Source | : | Kompas.com,kompasiana,pospapua.com |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar