GridHEALTH.id – Tahun ini, PT Johnson & Johnson Indonesia kembali memperkuat komitmennya dalam meningkatkan kesadaran dan pengetahuan baik masyarakat umum maupun para tenaga kesehatan akan pentingnya pencegahan surgical site infections (SSI).
Berdasarkan definisi WHO, SSI adalah infeksi pada irisan, atau organ, atau tempat yang disebabkan oleh kontaminasi bakteri saat dilakukannya proses operasi yang terjadi dalam waktu 30 hingga 120 hari setelah operasi.
Baca Juga: Asal Penanganannya Tepat, Anak Prematur Masih Punya Kesempatan Tumbuh Sehat
Beberapa kasus SSI yang relatif ringan, dapat langsung diobati dengan cepat.
Namun, jika dibiarkan atau tidak ditangani dengan tepat, maka infeksi yang terjadi dapat memburuk sehingga membutuhkan operasi ulang dan bahkan bisa berujung kematian.
Baca Juga: Jangan Telat Minum Pil KB, Supaya Efektivitas Khasiatnya Bisa 99%
Untuk mengidentifikasi peluang dalam mengurangi risiko terjadinya SSI bagi pasien yang mendapatkan perawatan sebelum dan sesudah operasi, PT Johnson & Johnson Indonesia bermitra dengan beberapa rumah sakit di Indonesia untuk melaksanakan serangkaian kegiatan terkait dengan program pencegahan SSI.
Adapun rangkaian kegiatan tersebut adalah diskusi kelompok terarah atau focus group discussion (FGD) dan kuliah umum yang ditujukan untuk para tenaga kesehatan.
Focus Group Discussion yang bertemakan CARE+ Indonesia Implementation for SSI Prevention ini dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus 2019 dan menghadirkan Prof David John Leaper, DSc, MD, ChM, FRCS, FACS, FLS.
Dia adalah salah satu pendiri dan mantan Presiden dari Surgical Infection Society di Eropa serta Ketua dari NICE Guideline Development Group of SSI.
Selain itu, FGD ini juga dihadiri oleh para tenaga kesehatan termasuk kepala departemen, dokter ahli bedah tulang, dokter kandungan, perawat bedah, perawat ICU serta tenaga kesehatan yang merupakan bagian dari tim pengendalian infeksi di rumah sakit di seluruh Indonesia.
FGD dan kuliah umum ini bertujuan untuk memfasilitasi para ahli agar bisa berbagi pembelajaran dan pengalaman terkait dengan berbagai upaya yang telah dilakukan untuk pencegahan SSI di rumah sakit.
Salah satunya adalah untuk meningkatkan kesadaran tim bedah yang terdiri dari dokter dan personel kamar bedah.
WHO telah mengeluarkan Global Guidelines for the Prevention of Surgical Site Infection pada November 2016 dan terdiri dari 29 jenis rekomendasi yang meliputi 23 topik pencegahan SSI sebelum, selama, dan setelah operasi.
Baca Juga: 3 Jenis Kista pada Wanita dan Pengobatannya dengan Bahan Alami yang Dibuat Sendiri di Rumah
Di Indonesia, pencegahan dan pengendalian infeksi sudah diatur di Peraturan Menteri Kesehatan (PMK), nomor 27.
“Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya SSI berdasarkan guidelines WHO dan NICE adalah mempersiapkan kulit sebelum melakukan prosedur operasi pada lokasi bedah menggunakan preparat alcohol yang mengandung klorheksidin,” kata Prof David John Leaper.
Baca Juga: 5 Mitos Pil KB yang Sering Beredar di Masyarakat, Dari Membuat Gemuk hingga Sebabkan Kanker
Dia menjelaskan, “Guideline yang sama juga merekomendasikan untuk menggunakan benang antimikroba yang dilapisi oleh triclosan antiseptic. Sudah ada bukti Level 1 A bahwa benang antimikroba secara signifikan dapat mengurangi risiko SSI.”
Dengan adanya aturan resmi dan arahan terkait pencegahan SSI, PT Johnson & Johnson melakukan berbagai upaya untuk mengurangi risiko terjadinya SSI sejak tahun 2017.
Program-program yang telah dilakukannya ialah; melakukan pertemuan awal dengan beberapa pihak terkait di rumah sakit perwakilan Kementerian Kesehatan.
Baca Juga: Hipertensi Hingga Obesitas 2 Diantara 6 Penyebab Hubungan Intim di Ranjang Bermasalah
Lalu menyelenggarakan simposium yang berjudul “The Journey of SSI Prevention Symposium” di Jakarta dan Medan.
Serta melakukan sosialisasi terkait WHO Guidelines tentang cara pencegahan SSI ke seluruh tenaga kesehatan di Indonesia.
Baca Juga: Berita Kesehatan Kecacingan: Infeksi Cacing Kremi, Penyakit Cacingan yang Sering Menyerang Anak-anak
Devy Yheanne, Country Leader of Communications and Public Affairs, menambahkan,”Kami berharap bahwa edukasi yang telah kami lakukan secara berkelanjutan terkait dengan pencegahan SSI dapat dilakukan secara merata di Indonesia dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam terkait pencegahan SSI terhadap masyarakat umum maupun para tenaga kesehatan.” (*)
Source | : | Pers Rilis |
Penulis | : | Deva Norita Putri |
Editor | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Komentar