GridHEALTH.id - Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia telah berusia lebih dari 50 tahun semenjak kemunculan yang pertama kali pada tahun 1968 silam.
Sayangnya kasus demam berdarah ini belum juga teratasi di usianya yang lebih setengah abad itu bahkan cendurung berulang.
Dimana ada masa-masa terjadinya kasus DBD yang menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Baca Juga : Penderita Demam Berdarah Sering Alami Dehidrasi, Bantu Atasi Dengan Minum Air Kelapa Muda
“Secara nasional, KLB dilihat terjadi lima tahun sekali. Namun dari data Kementerian Kesehatan, kami bisa melihat puncak dari KLB biasanya terjadi selang enam sampai delapan tahun,” papar Dr Tedjo Sasmono, Kepala Unit Penelitian Dengue di Eijkman Institute of Molecular Biology dikutip dari Kompas.com (12/2/2020).
Padahal kasus DBD ini tidak bisa dianggap sepele, sebab jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat penyakit ini seringkali menyebabkan kematian.
Salah satu yang menjadi ancaman dari penyakit ini adalah kebocoran plasma yang bisa menyebabkan syok dan berakibat fatal.
Baca Juga: Aktris FTV Cerelia Raissa Mengidap 5 Penyakit Mental Sekaligus
Melansir dari Mayo Clinic, syok disini bukan berarti kaget, tetapi sudah sampai tahap yang lebih parah yaitu sudah masuk kategori dengue shock syndrome (DSS).
Ini adalah jenis demam dengue yang paling parah dan bisa menyebabkan gagal jantung dan gagal ginjal, bahkan kemungkinan berujung pada kematian.
Namun, lanjutnya, kasus DBD di Indonesia tidak bisa digeneralisasi.
Tiap daerah memiliki epidemi yang berbeda, dengan karakteristik masing-masing.
“Indonesia bagian barat, tengah, dan timur, pada tahun yang sama memiliki karakteristik epidemi demam berdarah yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh jenis virus, kekebalan komunitas, juga vektor nyamuk,” ungkap Tedjo.
Tedjo menuturkan, penyakit DBD tidak sama seperti malaria, di mana virus pada satu daerah bisa dieliminasi.
Hal ini dikarenakan penyebab penyebaran DBD terdiri dari banyak faktor.
Baca Juga: Gegara Salah Pilih Lotion, Kulit Kaki Pasien Dokter ini Mengalami Strech Mark Merah Kehitaman
Faktor kekebalan populasi adalah salah satu penyebab kasus DBD terus berulang.
Biasanya usai terjadi outbreak, kekebalan populasi akan meningkat.
Sehingga kemungkinan terjadinya outbreak akan semakin minim di masa depan.
Namun, ada juga satu faktor yang menjadi “pengulang” terjadinya DBD.
Baca Juga: Mengenal Obat Tramadol yang Membuat Kerusakan Otak dan Lucinta Luna Ditangkap
“Jangan lupa di setiap daerah pasti ada bayi yang baru lahir. Populasi yang naif, kami menyebutnya. Saat ada populasi naif dan rentan seperti ini, virus dengue masuk, maka akan terkena lagi. Itulah mengapa DBD terus-menerus berulang di Indonesia,” jelas Tedjo.
Selain itu Tedjo juga menyebutkan beberapa faktor yang menentukan jumlah kasus hingga angka kematian akibat DBD.
Baca Juga: Hanya Dengan Bersalaman Penyakit Sifilis Bisa Langsung Ditularkan
“Mengapa demam berdarah di Indonesia sulit sekali dibasmi, karena banyak sekali pengaruhnya. Mulai dari iklim, vektor nyamuk dan populasinya, kekebalan komunitasnya. Maka dari itu pencegahan kasus DBD harus dilakukan multi-sektor,” paparnya.
Meski mungkin akan sulit diatasi secara langsung, namun melihat kondisi yang ada melakukan pencegahan adalah jalan terbaik untuk meminimalisir kejadian yang terulang kembali tersebut.
Pada lingkup rumah tangga, hal paling sederhana yang bisa dilakukan adalah 3M Plus (Menguras, Menutup, Menyingkirkan).
Baca Juga: Berantas Stunting; ASI Eksklusif Membuat Bayi Lebih Mudah Cerna Makanan Padat
Tak lupa cara lain yang bisa dilakukan untuk mencegah DBD adalah dengan menaburkan bubuk abate atau menaruh ikan cupang di kolam.(*)
#berantasstunting
Source | : | Kompas.com,Mayo Clinic |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar