GridHEALTH.id - Stunting masih menjadi permasalahan besar di negara berkembang termasuk Indonesia.
Berdasarkan data yang disajikan dari studi Nutriplanet jelas jika prevalensi gizi buruk balita di Indonesia memang masih tinggi.
Baca Juga: Berantas Stunting; Asupan Gizi Anak Dipengaruhi Makanan yang Disukai Orangtuanya
Dalam data tersebut dapat dilihat dengan jelas jika prevalensi gizi buruk balita di Indonesia mencapai 30,8% untuk stunting dan 17,7% untuk berat badan kurang (Riskesdas 2018).
Kondisi ini antara lain disebabkan oleh kondisi ibu hamil yang 55% mengalami kekurangan asupan energi (SKMI 2014), sepertiga dari mereka menghadapi anemia (Riskesdas 2013).
Baca Juga: Berantas Stunting: 4 Hal Ini Dilakukan Orangtua Hingga Hambat Pencegahan Stunting
Untuk itu, demi memahami tantangan malnutrisi secara keseluruhan, GridHEALTH.id pada hari ini (14/02/2020) mengadakan talkshow ‘Investasi Pangan Bergizi untuk Masa Depan Sehat dan Berkualitas’ yang dipandu oleh Glory Oyong, presenter Kompas TV sekaligus ibu dua anak balita yang peduli dengan tumbuh kembang anak.
Pembicara pertama, dr. Juwalita Surapsari, M.Gizi, Sp.GK berbicara tentang betapa pentingnya ‘investasi’ pangan bergizi sejak kehamilan hingga balita untuk mencegah stunting.
Baca Juga: Berantas Stunting; Ini Suplemen dan Obat yang Harus Dihindari Selama Kehamilan
Dokter Juwalita mengatakan, masih banyak faktor yang membuat angka stunting di Indonesia terlampau tinggi.
Ahli kesehatan anak ini mendata, ada beberapa faktor penyebab mengapa stunting di Indonesia masih menjadi masalah bersama. Beberapa penyebab itu adalah;
- ASI tidak eksklusif pada 6 bulan pertama.
- Status ekonomi yang rendah.
- Kelahiran prematur.
- Panjang badan baru lahir pendek.
Baca Juga: Berantas Stunting: Cegah Malnutrisi, Kemenkes akan Intervensi Gizi 211 Ribu Ibu Hamil di NTT
- Ibu yang pendek.
- Tingkat pendidikan orangtua yang rendah.
- Anak yang tinggal di daerah miskin perkotaan dan di daerah pedesaan.
Hal ini tentu harus segera diatasi, tak hanya menunggu peran pemerintah saja akan tetapi kita pun sebagai individu harus ikut berperan serta.
Sebabnya menurut dokter Juwalita, stunting bukanlah masalah kesehatan yang tidak bisa dicegah. "Contohnya, selama asupan zat gizi makro dan protein ibu hamil terpenuhi risiko tersebut bisa diminimalisasi."
Baca Juga: Berantas Stunting: Cegah Malnutrisi, Kemenkes akan Intervensi Gizi 211 Ribu Ibu Hamil di NTT
Keduanya diketahui dapat mendukung tinggi badan calon buah hati dan asupan kalori untuk berat badannya.
Sementara jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, dapat berdampak pada bayi lahir dengan berat badan rendah dan beresiko stunting di kemudian hari.
Apalagi jika nutrisi tidak dikejar 1000 hari atau selama 2 tahun kelahiran pertama.
Dokter Juwalita mewanti-wanti, karena stunting adalah kondisi malnutrisi kronis, jangan sampai dibiarkan karena tidak dapat diatasi lagi setelah anak memasuki usia 2 tahun, dan hal ini akan berdampak buruk pada kesehatan anak.
Anak yang mengalami stunting akan mengalami berbagai masalah kesehatan mental maupun fisik yang berlaku seumur hidup, serta tak dapat dipulihkan.
Hal ini tentunya harus disadari betul oleh kita, apalagi Indonesia kini tengah fokus memberantas masalah stunting.
Baca Juga: China Laporkan 121 Orang Tewas Dalam Sehari Akibat Virus Corona
Diketahui saat generasi suatu negara terdampak stunting tentu akan memengaruhi kualitas dari Sumber Daya Manusia (SDM) dari bangsa itu sendiri.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya semua pihak terlibat dengan cara berinvestasi pangan bergizi untuk masa depan sehat dan berkualitas.(*)
#berantasstunting
Source | : | Gridhealth.id |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar