GridHEALTH.id - Usai Hari Raya Idul Fitri, Arab Saudi diketahui melaporkan peningkatan kasus virus corona.
Di antara negara lainnya di kawasan Timur Tengah, Arab Saudi menjadi negara pertama yang secara resmi mencapai angka 100.000 untuk kasus virus corona yang dikonfirmasi.
Data John Hopkins University menunjukkan, Arab Saudi mencatat 28.656 kasus infeksi pada 4 Mei 2020. Sementara pada 7 Juni 2020, Arab Saudi mencatat total 101.914 kasus atau bertambah 73.258 kasus dalam sebulan.
Baca Juga: Imbas Corona, 221.000 Calon Jemaah Haji Indonesia Tidak Diberangkatkan ke Tanah Suci
Melansir theaustralian.com.au, Arab Saudi dikabarkan telah memberlakukan jam malam pembatasan pada akhir Ramadhan pada tanggal 23 Mei 2020.
Pemberlakuan itu menjelang rencana pembukaan kembali tiga fase yang ditangguhkan di Jeddah, kota terbesar kedua di Arab Saudi.
Sejak itu, Arab Saudi telah mengalami peningkatan dalam jumlah kasusnya dari 2.646 kasus menjadi 3.121.
Pada Minggu (7/6/2020) kemarin, Arab Saudi diketahui melaporkan penambahan kasus virus corona sebanyak 3,045.
Peningkatan tambahan kasus baru virus corona juga terjadi selama beberapa hari sebelumnya, misalnya hari Sabtu (6/6/2020), Arab Saudi melaporkan kasus baru sebanyak 3,121 kasus, dan 2,591 kasus pada Jumat (5/5/2020).
Dilansir dari Kompas.id, sebanyak 29.354 kasus baru terdata selepas Idul Fitri atau setelah jam malam dan pembatasan sosial dilonggarkan.
Adapun pada Kamis hingga Minggu (7/6/2020), Riyadh mencatat total 10.732 kasus baru. Dengan penduduk 33,7 juta orang, Arab Saudi mencatatkan hampir 3.000 infeksi per 1 juta penduduk.
Baca Juga: Pangeran Saudi Menunggak Biaya Pengobatan Anak 2 Tahun yang Terkena Penyakit Genetik Langka
Dilansir dari laprensalatina.com, World Health Organization (WHO) menganggap peningkatan itu "memprihatinkan," kata Richard Brennan, direktur Kedaruratan Kesehatan WHO untuk Wilayah Mediterania Timur, yang mencakup wilayah dari Maroko hingga Afghanistan.
Peningkatan ini "mungkin kombinasi" dari peningkatan jumlah pengujian yang dilakukan di beberapa negara dan penyebaran pandemi, kata Brennan.
Baca Juga: Di Arab Saudi, Robot Dioperasikan untuk Merawat Pasien Covid-19
Brenann mengatakan, otoritas kesehatan akan memerlukan beberapa minggu untuk menentukan penyebab di bawah lonjakan mengingat bahwa keadaan berbeda dari satu negara ke negara lain.
Namun, di beberapa negara, rencana pembukaan kembali belum terstruktur ketika harus memutuskan apakah kondisi setempat memungkinkan pihak berwenang untuk menindaklanjutinya, lanjut dia.
“Orang-orang mulai bosan dibatasi dalam gerakan mereka” dan beberapa batasan “mungkin tidak seketat ... sebelumnya karena sangat sulit terutama bagi mereka yang dekat dengan garis kemiskinan yang bekerja di sektor informal,” kata Brennan.
Baca Juga: Virus Corona Sudah Masuk Kerajaan Arab Saudi, Raja Salman Diasingkan
Orang-orang ini telah dihantam "keras" oleh pembatasan ini, tambahnya.
“Di negara-negara di mana Anda benar-benar melihat penurunan jumlah kasus, masuk akal untuk mulai mengurangi beberapa tindakan tersebut. Saya pikir ketika kita mulai melihat langkah-langkah mereda sementara Covid naik itu bermasalah, "lanjutnya.
Baca Juga: Jenazah Pasien Covid-19 di Madinah Tidak Ditolak Masyarakat, Malah Dimakamkan di Tempat Istimewa
WHO sangat menyadari dampak ekonomi dan sosial dari virus corona, tetapi beberapa tindakan dapat menjadi “rasa sakit jangka pendek untuk keuntungan jangka panjang,” tambahnya.
Baca Juga: Ada Apa? 2 Hasil Penelitian Tentang Covid-19 Ini Malah Dicabut Dari Jurnal Penelitian
Meskipun situasinya rumit di beberapa negara di kawasan itu, situasinya tampaknya paling buruk di Yaman yang dilanda perang.(*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | kompas.id,laprensalatina.com,theaustralian.com.au |
Penulis | : | Levi Larassaty |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar