Sebelumnya, Risma berterus terang menegaskan tidak memperhatikan apakah Surabaya itu masuk zona merah, biru, kuning, atau putih.
Dia menyebut, yang diperhatikan pemkot adalah warga yang sakit atau warga yang sebetulnya carrier. Menurut dia, orang seperti itu yang beraktivitas di luar dengan status OTD sangat memungkinkan menjadi penular, tetapi orang itu tidak tahu kalau ia positif Covid-19.
"Jadi karena itu, hari demi hari, saya melototi data pasien dan posisinya pasien itu ada di mana. Kemudian saya membuat pemetaan karena saya lihat saya harus tahu kondisi kampung gitu seperti apa, semisal dia tinggal di kampung, kemudian misalkan dia tinggal di apartemen itu posisinya seperti apa, kalau dia tinggal di rumah susun saya harus melakukan apa, kalau dia bekerja misalkan dia ada di toko dengan pegawai-pegawai, saya harus apa, kalau dia ada di pasar harus apa," kata Risma.
Baca Juga: Satu Bulan Lockdown Dibuka, Pakistan Catat Rekor Tertinggi Angka Kematian Covid-19
Hal tersebut ditegaskan Doni Monardo dalam kesempatan berbeda.
Menurut Doni, melansir tribunnews.com (3 Juni 2020), peningkatan kasus positif covid-19 di Surabaya merupakan buah kerja keras pemerintah Kota Surabaya dalam melakukan tracing dan pengambilan sampel di berbagai lingkungan masyarakat.
"Tentunya tak mudah untuk mendapatkan informasi daerah yang kawasannya banyak yang positif. Ini langkah yang strategis dan sangat cerdas," kata Doni, di Balai Kota Surabaya, Selasa (2/6/2020).
Baca Juga: Cara Mudah Mendeteksi Tanda-tanda Hamil Muda Usia Kehamilan 2 Minggu
Source | : | Surya.co.id,wartaekonomi.co.id |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar