GridHEALTH.id - Diakui Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito, angka testing virus corona (Covid-19) secara nasional masih belum mencapai target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurutnya hal ini dikarenakan adanya beberapa kendala yang menghambat khususnya dalam tracing (pelacakan).
Baca Juga: 7 Panduan Aman Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19 di FasKes
Salah satu kendala yang banyak terjadi di beberapa daerah adalah adanya resistensi dari masyarakat di lapangan akibat stigma negatif terhadap penderita Covid-19.
Kondisi tersebut diperparah lagi dengan tersebarnya berita bohong yang menghilangkan rasa percaya terhadap pasien yang menjadi subyek tracing.
"3T (testing, tracing dan treatment) merupakan upaya yang tidak mudah sehingga membutuhkan sinergi dari masyarakat. Untuk itu kami menghimbau masyarakat untuk betul-betul memahami bahwa keterbukaan kita semuanya sangat penting bagi pemerintah dalam upaya pemerintah melakukan tracing," imbau Wiku di Kantor Presiden, Selasa (29/9/2020).
Baca Juga: 7 Panduan Aman Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19 di FasKes
Baca Juga: 11 Pasangan Dipilih Asmirandah dan Jonas Rivanno Untuk Program Bayi Tabung Gratis
Karenanya masyarakat harus terbuka terkait riwayat perjalanan dan interaksi yang dilakukan.
Masyarakat juga diminta tidak memberikan stigma negatif terhadap penderita positif Covid-19.
Agar mereka yang terpapar dapat sembuh dan tidak menularkan kepada yang lainnya.
"Apa yang bisa dilakukan masyarakat, kita bisa bersama-sama memudarkan stigma negatif. Ingat musuh kita bukan saudara-saudara kita atau orangnya. Musuh kita adalah virusnya. Bersikap jujur dan suportif kepada petugas adalah sikap yang penting dalam mensukseskan program 3T," jelas Wiku.
Baca Juga: Awalnya Nyeri Dada Hingga Suhu Tinggi, Hafiz Internasional Ini Positif Corona
Terlebih, perlu disadari bahwa jika ditilik dari sisi medis, tindakan diskriminasi yang kerap dialami keluarga pasien Covid-19 dapat mempengaruhi kondisi kesehatan korban, terutama kesehatan mental.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam New Directions for Youth Development, menunjukan efek pengusiran dapat menyebabkan gangguan mental seperti kecemasan, ketakutan untuk dikucilkan, bahkan depresi berkepanjangan.
Baca Juga: 6 Metode Operasi Plastik Terlaris di Korea, Semuanya di Wajah
Apalagi menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), datangnya virus corona (Covid-19) bisa menimbulkan stres bagi orang.
Ketakutan dan kecemasan tentang penyakit luar biasa, seperti Covid-19 bisa menyebabkan emosi yang kuat pada orang dewasa maupun anak.
Para peneliti telah menemukan bahwa beberapa individu mungkin mengalami masalah kesehatan mental untuk pertama kalinya selama pandemi. Masalah penyesuaian, depresi, dan kecemasan mungkin timbul.
Baca Juga: Berhenti Mengonsumsi Gula, Dan Lihat Apa yang Terjadi Pada Tubuh
Sebuah studi tahun 2017 yang tercatat dalam Bulletin of World Health Organization, menunjukkan bahwa ada peningkatan jumlah orang melaporkan kesehatan mental dan masalah psikososial selama wabah penyakit virus Ebola di Sierra Leone.
Oleh karenanya, WHO merekomendasikan untuk mencari informasi hanya dari sumber tepercaya dan terutama sehingga kita dapat mengambil langkah untuk mempersiapkan rencana dan melindungi diri dan orang yang dicintai dari penularan Covid-19.
Tak lupa, Wiku juga mengingatkan masyarakat agar bersama-sama menekan penularan dalam lingkungan klaster keluarga.
Terapkan protokol kesehatan yang ketat terhadap sesama anggota keluarga dan lindungi anggota keluarga yang masuk kelompok rentan.(*)
Baca Juga: 3 Herbal Alami Bisa Bantu Hentikan Kebiasaan Merokok, Buktikan
#berantasstunting
#hadapicorona
Source | : | tribunnews,CDC |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar