GridHEALTH.id - Pandemi Covid-19 ini adalah masalah kesehatan baru di zaman modern.
Disaat yang bersamaan, lahir masalah kesehatan baru, bahkan puncaknya bisa saja muncul setelah pasca pandemi Covid-19.
Bagaimana tidak menjadi masalah kesehatan baru, coba saja lihat di sekitar kita saat ini, sampah medis kini mendominasi lingkungan.
Contoh seperti Alat Pelindung Diri (APD), mulai dari masker kesehatan, tutup kepala, sarung tangan, dan sebagainya.
Hal ini menyebabkan peningkatan sampah plastik di lingkungan yang berpotensi meningkatkan mikroplastik di perairan dan laut.
Mikroplastik adalah partikel / fragmen plastik yang memiliki ukuran di bawah 5 mm dan merupakan polutan yang bersifat resisten.
Mikroplastik menimbulkan bahaya yang lebih serius jikadibandingkan dengan makroplastik karena sifatnya yang sulit dideteksi, dan dapat dengan mudah masuk ke sistem pencernaan organisme hidup.
Masuknya mikroplastik ke tubuh organisme hidup umumnya terjadi melalui transfer trofik yaitu melewati rantai makanan.
Ketika mikroplastik berpindah dari lingkungan terbuka ke tubuh organisme hidup dan masuk ke sistem pencernaan, menurut Muhammad Fauzul Imron, S.T., M.T, dilansir dari laman UNAIRNews, Unair.ac.id (18/8/2021), mikroplastik sulit untuk diproses serta dideteksi, sehingga cenderung menumpuk.
Baca Juga: Dari Mereka Inilah Hybrid Virus Deltacron Terlahir Secara Tidak Sengaja
Akumulasi sejumlah plastik dalam tubuh organisme hidup dapat menyebabkan keracunan kronis dan bahkan akut.
Bahaya Mikroplastik Bagi Kesehatan
Mengutip penelitian dari Departemen Perikanan dan Akuakultur FAO, berikut beberapa bahaya mikroplastik untuk kesehatan.
1. Dicurigai mengganggu sistem endokrin
Zat aditif dalam plastik dicurigai bisa mengganggu sistem endokrin atau hormonal dalam tubuh. Bahan-bahan atau senyawa kimia beracun yang sebelumnya udah diserap plastik akan dilepaskan dan terakumulasi secara biologis di lingkungan.
2. Banyak bahan makanan yang berbahaya
Mikroplastik akan mungkin terakumulasi di saluran pencernaan hewan yang memakan plastik. Salah satunya adalah ikan dan kerang.
Konsumsi ikan dan kerang bisa jadi cukup membahayakan untuk kesehatan karena mikroplastik.
Jika mengonsumsi ikan, buanglah semua bagian perutnya. Isi perut ikan kemungkinan mengandung mikropartikel.
Baca Juga: 4 Penyakit infeksi Kelamin yang Paling Sering Terjadi dan Gejalanya
Hanya saja ini tidak berlaku untuk spesies ikan berukuran kecil misalnya sarden, ikan teri, dan sejumlah ikan air tawar berukuran kecil yang harus dimakan utuh.
Sedangkan untuk kerang, penelitian menemukan bahwa kerang konsentrasi mikroplastik tertinggi. Dalam kerang ditemukan 4 partikel/gram. Artinya, dalam 250 gram kerang ada 1.000 partikel mikroplastik di dalamnya.
3. Diduga mengganggu kekebalan tubuh
Diperkirakan hanya partikel terkecil antara 1,5 mikrometer atau kurang yang bisa masuk ke dalam pembuluh darah kapiler organ di seluruh tubuh. Sisanya akan dibuang lewat urin.
Mikroplastik diduga berinteraksi dengan sistem kekebalan tubuh dan berpotensi menyebabkan stres oksidatif dan perubahan pada DNA.
Lebih lengkapnya tentang mikroplastik dari A-Z bisa klik di SINI, atau klik artikel GridHEALTH.id dengan judul; "Mikroplastik Sudah Menjadi Rantai Makanan, Manusia Konsumen Puncak, Tidak Heran Jika Ini Terjadi"
Mikroplastik dari Sampah Medis
Menurut Deputi bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Agus Haryono, saat ini Pusat Penelitian Kimia LIPI telah mengembangkan berbagai metode untuk mendaur ulang masker medis, dengan metode kristalisasi.
“Metode ini terbilang mudah diterapkan untuk berbagai jenis plastik bahan baku APD seperti polipropilena, polietilena, polistirena, maupun polivinil klorida.
Baca Juga: Dapatkan Layanan Pemeriksaan dan Obat Gratis dari Pemerintah, Cukup WA di Nomor Ini
Kualitas produk hasil daur ulang terjamin tetap tinggi, karena tidak terdegradasi oleh pemanasan,” ujar Agus.
Peneliti Pusat Penelitian Kimia LIPI Sunit Hendrana mengungkapkan, melasnir rilis dari Humas LIPI (15/1/2021), bahan sampah medis yang sangat ringan karena mengandung lebih dari satu bahan plastik atau polimer sulit didaur ulang dengan minimnya metode daur ulang yang ada.
Menurutnya, metode pengolahan sampah plastik yang ada selama ini meliputi pembakaran daur ulang dengan cara pelelehan kembali untuk membentuk granula atau pelet.
Metode ini pun, menurut Sunit, terkendala proses pengumpulan dan pra pemilahan yang tidak mudah, serta kemungkinan persyaratan sterilisasi sebelum dilakukan langkah-langkah pendaur-ulangan.
“Metode kristalisasi memungkinkan terjadinya degradasi yang sangat rendah karena tidak adanya shear dan stress seperti pada proses daur ulang biasa. Hal ini menghasilkan plastik kristal yang dapat digunakan lagi dengan kualitas sangat baik,” jelas Sunit.
Sunit menjabarkan bahwa selain dapat diterapkan pada hampir semua jenis plastik seperti PE (Polyethylene), PP (Polypropylene), PVC (Polyvinyl Chloride), PS(Polystyrene), metode kristalisasi juga memiliki banyak keunggulan.
Keunggulan menggunakan metode kristalisasi ini antara lain menghasilkan plastik daur ulang berupa serbuk, hasilnya;
* minim kerusakan struktur dan memiliki kemurnian produk daur ulang yang tinggi sehingga dapat digunakan lagi untuk keperluan yang sama
* serta dapat dikembangkan sehingga sterilisasinya dapat dilakukan in-situ dalam rangkaian proses daur ulang.
Baca Juga: Kasus Covid- 19 Dinyatakan Menurun Oleh Pemerintah, Tapi Virus Hybrid Deltacron Harus Dihadapi
“Tahapan-tahapan dalam proses daur ulang plastik medis dengan rekristalisasi ini meliputi pemotongan plastik bila diperlukan, pelarutan plastik, pengendapan pada antipelarut, dan penyaringan sehingga diperoleh suatu plastik murni tanpa degradasi yang memiliki manfaat/fungsi dapat digunakan lagi sebagai plastik untuk tujuan medis dengan kualitas yang serupa,” terang Sunit.(*)
Baca Juga: 6 Manfaat Rutin Makan Buah Sawo, Salah Satunya Bisa Menguatkan Tulang
Source | : | Gridhealth.id,LIPI-sampah medis |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar