GridHEALTH.id - Belakangan ini, terlebih di 2022 ini, isu Indoensia tak lama lagi akan masuk fase endemi kian marak.
Narasi endemi ini muncul saat Indonesia sedang gencar memberikan vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat, khususnya booster.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2022), menyampaikan juga prihal narasi endemi.
Menurut Budi, ada tiga indikator pandemi Covid-19 di Indonesia bisa beralih menjadi endemi.
Indikator tersebut merujuk pada panduan yang dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Budi mengatakan, tiga indikator itu adalah:
1. Jumlah kasus baru paling banyak 20 kasus per 100 ribu penduduk;
2. Jumlah pasien dirawat di rumah sakit sebanyak lima pasien per 100 ribu penduduk; dan
3. Jumlah kematian satu per 100 ribu penduduk selama enam bulan berturut-turut.
Baca Juga: Jika Deodoran Tak Efektif Atasi Ketiak Basah, Coba Lakukan 5 Hal Ini
"Kalau kita memenuhi tiga kriteria ini sekaligus antara tiga sampai enam bulan berturut-turut, dari sisi kesehatan itu adalah indikator bahwa kita sudah bisa masuk endemi," ungkap Budi.
Nah, karena narasi endemi mengalir deras ke masyarakat, Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan tingkat vaksinasi booster di Indonesia masih berada di angka 6,06 persen.
Angka ini jauh di bawah capaian rata-rata vaksinasi booster dunia 18,55 persen.
Padahal, vaksinasi booster menjadi syarat utama bagi masyarakat yang ingin melakukan mudik tahun ini.
Penyebab Capaian Vaksinasi Booster Covid-19 Rendah
Juru bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito, menyebut capaian vaksinasi booster Indonesia masih berada di angka 6,06 persen. Pemerintah terus berupaya mengajak masyarakat melakukan suntikan vaksinasi dosis ketiga tersebut.
"Cakupan vaksinasi booster perlu ditingkatkan. Pemerintah menjamin ketersediaan vaksin booster dan distribusinya ke seluruh Negeri. Sehingga masyarakat diminta untuk melengkapi vaksinasinya," ujar Wiku.
Menurut Dicky, hal pertama yang membuat masyarakat ogah melakukan vaksinasi booster karena pemerintah sudah gembar-gembor mengatakan status pandemi akan turun ke level endemi.
"Faktor euforia, optimisme berlebihan dari pemerintah yang menarasikan ini sudah terkendali dan masuk endemi. Sehingga semangat atau persepsi risiko, kewaspadaan yang terbangun di masyarakat ini menurun, sulit dibangun lagi," ujar Dicky, dilansir dari Tempo.co (25/3/2022).
Baca Juga: 6 Kebiasaan Penyebab Gigi Sensitif, Hati-hati yang Hobi Makan Es Batu
Memang tak hanya itu penyebab cakupan vaksinasi booster Covid-19 di Indonesia rendah.
Penyebab lainnya menurut Dicky mengatakan penyebab masyarakat enggan melakukan vaksinasi booster karena pada vaksinasi dosis pertama dan kedua, mereka mengalami Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau KIPI yang tidak menyenangkan.
Dengan minimnya literasi soal KIPI tersebut, masyarakat takut untuk melanjutkan ke vaksinasi dosis ketiga.
Pilih-pilih merek dan jenis vaksin booster Covid-19 pun menjadi penyebab rendahnya cakupan vaksinasi booster Covid-19 saat ini.
Banyak masyarakat yang ingin divaksin dengan jenis vaksin yang homogen atau sejenis.
Sementara pada vaksinasi booster, rata-rata masyarakat mendapatkan jenis vaksin yang berbeda dibanding vaksinasi pertama dan kedua.
Belum lagi banyak juga masyarakat yang sudah vaksinasi dosis dua tapi belum menerima sertifikast vaksin tersebut di PeduliLindungi. Sehingga dirinya tidak bisa mendapatkan vaksin booster Covid-19.
"Jadi pemerintah harus lebih ekspansif dan proaktif (melakukan vaksinasi dosis ketiga), dibandingkan saat dosis vaksin satu dan dua," kata Dicky.
Selain itu dibutuhkan kesdaran yang tinggi dari masyarakat akan pentingnya vaksinasi Covid-19 ini, khususnya yang booster.
Baca Juga: TBC Penyakit Infeksi Menular, Ini yang Harus Dilakukan Jika Terkena
Ayo vaksin sekarang juga.(*)
Baca Juga: Ini 3 Hal yang Terjadi Pada Kulit Anak Jika Sering Pakai Makeup
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar