Mandeknya penumuan vaksin TBC terbarukan, menurut Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dr Dante Saksono Harbunowo, diperkirakan karena resisten obat.
Resisten obat, kata Dante, juga menjadi momok karena pengobatan yang tidak selesai, membuat bakteri ini bermutasi.
"Dengan mutasi tersebut akhirnya vaksinnya menjadi tidak efektif lagi," kata Dante, dilansir dari Liputan6.com (31/3/2022).
"Karena itu kita menetapkan protokol pengobatan yang benar, protokol pengobatan yang baik, agar resistennya tidak meningkat," Dante menambahkan.
Dengan begitu diharapkan angka pasien Tuberkulosis yang resisten obat tidak naik.
"Sehingga kita bisa menghasilkan vaksin yang benar-benar baru dan ampuh ... daripada replikasi bakteri itu sendiri," jelasnya.
Baca Juga: 5 Kebiasan Sehari-hari Sebabkan Penyakit Diabetes, Cheat Day Salah Satunya
Untuk diketahui, BCG (Bacillus Calmette-Guerin) adalah strain hidup Mycobacterium bovis yang dilemahkan untuk menimbulkan kepekaan terhadap M. tuberculosis.
Ini adalah vaksin TBC yang kita kenal selama ini. Bahkan saat kita masih bayi sudah menerimanya, dan saat ini mengantarkan bayi kita untuk mendapatkan imuniasi yang sama.
Vaksin BCG diberikan secara intradermal oleh operator yang trampil melakukannya.
Reaksi yang diharapkan setelah vaksinasi BCG yang berhasil adalah indurasi di tempat suntikan diikuti dengan lesi lokal yang dimulai sebagai papul 2 minggu atau lebih setelah vaksinasi, lesi dapat menjadi luka kemudian sembuh setelah beberapa minggu atau bulan, meninggalkan jaringan parut (scar) yang kecil dan rata.
Source | : | PIONAS-BCG,Liputan6-TBC |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar