GridHEALTH.id - Sindrom nefrotik atau biasa dikenal dengan gangguan pada ginjal yang menyebabkan produksi protein berlebih dalam urin, tidak hanya dapat menyerang orang dewasa, namun juga mengancam anak-anak.
Meskipun penyakit ini tidak terlalu umum terjadi pada anak-anak, ada baiknya tetap mengenali gejala dan efek yang ditimbulkan oleh sindrom ini pada anak.
Anak dengan usia 2 hingga 7 tahun menjadi rentang usia yang paling umum terserang penyakit ini, khususnya pada anak laki-laki.
Melansir laman niddk.nih.gov (10/2021), sebuah lembaga nasional diabetes dan penyakit pencernaan juga ginjal, diketahui terdapat beberapa jenis sindrom nefrotik berdasarkan rentang usia, yaitu:
- Sindrom nefrotik kongenital, menyerang anak baru lahir hingga 3 bulan
- Sindrom nefrotik infantil, menyerang anak usia 3 hingga 12 bulan
- Sindrom nefrotik masa kanak-kanak, menyerang anak usia 12 bulan atau lebih.
Sedangkan penyebab dari sindrom nefrotik pada anak juga dibagi ke dalam dua jenis, yaitu penyebab primer yang disebabkan oleh penyakit ginjal dan hanya mempengaruhi ginjal.
Penyebab kedua adalah sindrom nefrotik bersifat sekunder, di mana sindrom ini berkembang karena penyebab lain, seperti penyakit yang memengaruhi bagian lain dari tubuh, infeksi, dan obat-obatan.
Baca Juga: Ini Dia Cara Sederhana Untuk Menjaga Ginjal Agar Tetap Sehat
Komplikasi Sindrom Nefrotik pada Anak
Sama dengan orang dewasa, sindrom nefrotik juga dapat menimbulkan beberapa komplikasi pada anak, seperti:
- Risiko infeksi lebih tinggi
- Penggumpalan darah
- Kolesterol tinggi
- Hipertensi
- Masalah ginjal dalam waktu dekat maupun jangka panjang
Tanda paling umum yang biasa muncul pada anak-anak antara lain:
- Pembengkakan di sekitar mata - biasanya membengkak pada pagi hari
- Pembengkakan di tungkai bawah, kaki, perut, wajah, tangan, atau bagian tubuh lainnya
- Urin berbusa
- Kelelahan.
Beberapa kasus juga dapat menimbulkan gejala urin yang mengandung darah, kehilangan selera makan, kram otot, dan diare atau mual.
Sindrom nefrotik pada anak dapat didiagnosis melalui beberapa macam cara, antara lain:
- Tes darah – menguji fungsi ginjal dan mencari sumber penyakit
- Tes urin – memeriksa kandungan protein dalam urin
- Pemeriksaan fisik
- Riwayat medis dan keluarga
- Tes tambahan jika diperlukan untuk mengidentifikasikan penyebab yang memungkinkan
Baca Juga: Angka Anak Stunting di Indonesia Turun, Tapi Menurut WHO Masih Tinggi
Penanganan Sindrom Nefrotik pada Anak
Pengobatan untuk sindrom nefrotik pada anak juga menggunakan resep obat berdasarkan tingakatan dari sindrom nefrotik yang dideritanya.
Untuk sindrom nefrotik primer biasanya diberikan obat jenis kortikosteroid, obat yang paling digunakan untuk anak dengan sindrom nefrotik primer.
Obat ini berfungsi untuk menekan sistem kekebalan tubuh, mengurangi jumlah protein dalam urin, dan mengurangi pembengkakan.
Sedangkan untuk sindrom nefrotik sekunder biasa ditangani dengan pemberian antibiotik untuk mengobati infeksi yang mungkin menjadi penyebabnya, menghentikan obat lain yang dianggap dapat menyebabkan sindrom nefrotik semakin buruk.
Terakhir, untuk sindrom nefrotik kongenital perawatannya bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Jika disebabkan oleh genetik, maka akan ada perawatan khusus untuk melihat mutasi genetik dan komplikasi yang mengikuti.
Penelitian belum menemukan cara untuk mencegah sindrom nefrotik pada anak, namun dengan mengetahui gejala sejak dini akan membantu untuk mengurangi risiko komplikasi.
Merubah gaya hidup pola makan dan nutrisi juga bisa menjadi cara yang dapat mempengaruhi sindrom nefrotik berkembang atau tidak.
Pola makan dan minum yang dapat diubah antara lain dengan cara:
Baca Juga: Penuhi Asupan Gizi Seimbang Anak, Ini 5 Makanan Padat Nutrisi Wajib Ada
- Membatasi jumlah natrium dengan mengukur konsumsi garam
- Mengurangi jumlah cairan yang diminum
- Makan makanan rendah lemak dan kolesterol
Perubahan pola makan dan minum ini harus berdasarkan konsultasi orang tua orangtua dengan dokter.
Uji klinis juga diperlukan dalam penanganan sindrom nefrotik.
Anak-anak seringkali merespons berbeda obat-obatan yang diberikan dibandingkan orang dewasa.
Dengan uji klinis ini diharapkan bisa mendapatkan perawatan terbaik untuk anak melalui penelitian yang dirancang khusus untuk mereka.
Orang tua juga perlu melakukan konsultasi serinci mungkin dengan dokter terkait kondisi anak.
Diharapkan, komunikasi yang baik antara orang tua dan dokter dapat membantu anak mendapatkan penanganan yang tepat dan maksimal.(*)
Baca Juga: Asupan Nutrisi yang Tepat dan Kebersihan, Cara Jitu Menghindarkan Anak dari Hepatitis 'Misterius'
Source | : | niddk.nih.gov |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar