GridHEALTH.id - Global warming alias pemanasan global adalah hal paling ditakuti oleh ilmuan.
Bagaimana tidak pemansan global merupakan suatu proses yang ditandai dengan naiknya suhu atmosfer, laut, dan daratan.
Tahukah, suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah melonjak 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) dalam seratus tahun terakhir.
Bukti lainnya kini ilmuan sedang cemas mengamati pola cuaca di kutub utara. Wilayah Siberia diketahui suhu kota Verkhoyansk, salah satu kota di Siberia terdeteksi di angka 38 derajat celcius pada Sabtu (20/6/2020).
Suhu ini menjadi suhu tertinggi sepanjang masa dalam sejarah suhu sepanjang daerah Artik.
Baca Juga: Jangan Disepelekan, Tiga Artis Ini Meninggal Akibat GERD, Kenali Makanan Pemicu Asam Lambung!
Asal tahu saja, Verkhoyansk adalah kota yang memiliki rentang suhu paling ekstrim di bumi, di mana titik terbawah musim dingin mencapai rata-rata -49 derajat celcius.
Sedangkan suhu tertinggi musim panas sebelumnya hanya bertengger di angka 37,2 derajat celcius.
Terbayangkan jika daerah sekitar kutub bisa sepanas itu, apa jadinya d tempat kita yang nun jauh dari sana?
Dampak Pemanasan Global
Kenap aharus takut dengan pemanasan global? Untuk diketahui, jika pemanasan global terus terjadi dan cepat, bisa menimbulkan dampak merugikan dan mengerikan bagi seluruh umat manusia.
Baca Juga: Inilah Polifagia, Tanda Awal Diabetes Tipe 2 yang Sering Terabaikan
* Iklim menjadi tidak stabil
* Meningkatnya permukaan air laut
* Suhu global meningkat
* Gangguan ekologis
* Dampak sosial dan politik.
Baca Juga: Ketahui Penyebab Umum Darah Rendah dan Cara Mengobatinya Sebelum Parah
Ketika suhu bumi memanas, kita saja sebagai manusia tak nyaman, begitupun makhluk hidup yang lain. Efek pemanasan mengganggu kehidupan. Hewan-hewan akan bermigrasi mencari tempat sejuk, tumbuhan mengubah arah pertumbuhannya mencari tempat yang mendukung pertumbuhannya
Manusia yang dikaruniai akal mungkin akan melakukan hal yang meminimalisir panas yang muncul, namun makhluk lain tentu tidak. Hewan dan tanaman bisa jadi berakhir dengan kepunahan karena tak mampu beradaptasi.
Selain itu, adanya pemanasan global menyebabkan bagian Utara dari belahan Bumi utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya gunung-gunung es kini mulai mencair sehingga daratan akan menyempit. Tak banyak lagi jumpal es yang mengapung.
Daerah-daerah yang dulu mengalami salju ringan kini tak mengalaminya lagi. Di pegunungan di daerah subtropis, bagian yang tertutup salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair.
Musim tanam akan lebih lama di beberapa area. Suhu pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk bertambah.
Baca Juga: Waspada Disabilitas Intelektual, Semenjak Pandemi Meningkat Kasusnya, Ini Penyebabnya
Ditemukannya Virus Zombie
Bahkan kini muncul ancaman baru bagi manusia setelah para peneliti menghidupkan kembali “virus zombie” yang berusia lebih dari 48.500 tahun lalu.
Virus Zombie tersebut salah satu virus membeku di bawah danau.
Peneliti Eropa memeriksa sampel kuno yang dikumpulkan dari permafrost di wilayah Siberia Rusia. Mereka menghidupkan kembali dan mengkarakterisasi 13 patogen baru yang mereka sebut sebagai "virus zombie.”
Mereka menemukan virus tetap menular meskipun menghabiskan ribuan tahun terperangkap di tanah beku.
Baca Juga: Ternyata Tomat Bisa Jadi Obat Tradisional Kanker Prostat, Begini Cara Buatnya!
Hubungannya dengan pemansan global, dilansir NDTV, Rabu (30/11/2022), para ilmuwan telah lama memperingatkan bahwa pencairan permafrost akibat pemanasan atmosfer akan memperburuk perubahan iklim dengan membebaskan gas rumah kaca yang sebelumnya terperangkap seperti metana. Namun, efeknya pada patogen yang tidak aktif kurang dipahami dengan baik.
Tim peneliti dari Rusia, Jerman, dan Prancis mengatakan risiko biologis dari bangkitnya virus zombie mampu menginfeksi mikroba amuba. Potensi kebangkitan virus yang dapat menginfeksi hewan atau manusia jauh lebih bermasalah.
“Kemungkinan permafrost kuno akan melepaskan virus yang tidak diketahui ini setelah pencairan. Berapa lama virus ini dapat tetap menular setelah terpapar kondisi luar ruangan dan seberapa besar kemungkinan mereka akan bertemu serta menginfeksi inang yang sesuai dalam selang waktu tersebut, masih belum dapat diperkirakan,” tulis mereka dalam sebuah artikel yang diposting ke bioRxiv repositori pracetak yang belum ditinjau oleh rekan sejawat, dikutip dari Republika.co.id (30/11/2022).
“Tetapi risiko pasti akan meningkat dalam konteks pemanasan global ketika pencairan permafrost akan terus meningkat dan lebih banyak orang yang menghuni Kutub Utara," tambah mereka.
Jadi ayo jaga bumi kita cegah pemanasan global, ataiu setidaknya diperlambat terjadinya.
Baca Juga: Kenali Bahaya Pakai Softlens, Bisa Sebabkan Penyakit Mata Parah
Kalau bukan kita yang menjaga bumi dan manusia, siapalagi?(*)
Baca Juga: Apakah Kapalan Hanya Muncul di Kaki? Simak Cara Menghilangkannya
Source | : | Republika.co.id,Gramedia.com-pemanasan global |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar