Dibutuhkan cakupan imunisasi lebih dari 95% untuk bisa benar-benar mencegah penyakit ini.
"Jadi kalau di dalam catatan, kalau cakupannya kurang dari 60% merah, kalau sampai 95% kuning. Kuning dan merah risiko terjadi kasus polio," kata dokter Raihan dalam webinar IDAI, Jumat (2/12/2022).
Sayangnya, cakupan imunisasi di provinsi Aceh mengalami penurunan dalam empat tahun belakangan.
Ia menerangkan sejak 2017, cakupan imunisasi polio baik oral maupun suntikan di Aceh tidak pernah mencapai 70%. Sedangkan di kabupaten Pidie, jumlahnya tidak mencapai 50%.
"Dari 2011 itu cakupan lumayan tinggi 80-90%, paling rendah adalah 72%. Namun, sejak tahun 2017 dari Aceh sendiri sudah mulai turun, tidak pernah sampai 60%," jelasnya.
"Apalagi kalau kita lihat di Pidie, tahun 2021-2022 atau bahkan mulai dari 2018, cakupannya tidak pernah sampai 30%," sambungnya.
Program Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) yang dilakukan pada September lalu pun, juga tidak berhasil meningkatkan cakupan imunisasi.
Jumlah cakupan pemberian imunisasi tetes hanya mengalami peningkatan 31,6%. Sedangkan untuk imunisasi suntik, kebanyakan mendapat penolakan.
Imunisasi polio suntik seharusnya dilakukan empat kali pada usia 1, 2, 3, dan 4 bulan. Sedangkan yang disuntik satu kali yang dilakukan bersamaan dengan pemberian imunisasi oral keempat.
Alasan cakupan imunisasi rendah
Tak berhenti di situ, dokter Raihan juga menjabarkan tentang alasan mengapa fenomena ini terjadi.
Baca Juga: Pakar Ingatkan Pentingnya Vaksinasi dan PHBS untuk Mencegah Polio
Source | : | webinar |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar