Dorongan seksual, imajinasi, dan perilaku tertentu ini menyebabkan kegelisahan, tekanan, dan aktivitas sehari-hari pun terganggu.
Objek fetish tidak hanya pakaian yang digunakan dalam crossdressing atau alat khusus untuk merangsang kelamin (vibrator).
Baca Juga: Fetish dan Fantasi Seksual Tidak Sama? Ini Perbedaan Mendasarnya
Jika seseorang tidak memenuhi syarat-syarat di atas, maka fetish sebagai ketertarikan terhadap sesuatu masih dianggap wajar terkendali dan tidak dapat didiagnosis sebagai gangguan.
Belum diketahui secara pasti penyebab fetish dan mengapa seseorang memiliki gangguan fetish, namun dalam beberapa teori yang dikemukakan, faktor biologis, budaya, emosional, dan sosial dapat berperan di dalamnya.
Berdasarkan penjelasan dari Ventriglio dkk, yang dikutip dalam LM Psikologi UGM disebutkan ada dua teori terkait penyebab gangguan fetish, mulai dari perspektif psikoanalisis dan faktor behavioral.
Fetish yang sudah berkembang menjadi gangguan perlu diatasi untuk mengurangi ketergantungan pada fetish, dan membantu meningkatkan minat pada rangsangan yang lebih dapat diterima.
Beginilah cara mengatasi gangguan fetish seperti yang dipaparkan dalam laman Verywell Mind, yaitu:
Baca Juga: Fetish dan Fantasi Seksual Tidak Sama? Ini Perbedaan Mendasarnya
Metode terapi perilaku kognitif (CBT), terdiri dari beberapa jenis, mulai dari:
- Aversion therapy (sesuatu yang selama ini menjadi fetish dibuat menjadi sesuatu yang tidak disukai dengan adanya stimulus tertentu)
- Covert conditioning (seseorang yang memiliki gangguan fetish akan membayangkan fetishnya dan kemudian membayangkan hasil negatifnya, dapat berupa sesuatu yang paling negatif atau memalukan)
Source | : | Very Well Mind,LM Psikologi UGM |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar