GridHEALTH.id – Asri Welas menceritakan kesulitannya saat harus mencari sekolah untuk anak keduanya yang mengidap katarak sejak kecil.
Dirinya sekaligus menyampaikan semangat kepada orangtua yang juga menghadapi kondisi sama seperti dirinya, untuk mau menerima anak apa adanya.
Bagaimana sebenarnya katarak pada anak? Mengapa terjadi hal demikian? Simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Beberapa waktu lalu, Asri Welas memang menceritakan tengah mencari sekolah inklusi, sekolah yang memperlakukan anak berkebutuhan khusus secara sama, baik dari segi pembelajaran dan lingkungan dengan anak regular, untuk anak keduanya yang dinyatakan mengidap katarak sejak usia tiga bulan.
Melansir dari Tribunnews Depok (14/01/2022), namun Asri Welas akhirnya dapat bernapas lega setelah anak keduanya, Rayyan Gibran Ridha sudah dapat bersekolah, setelah menerima banyak penolakan dari sejumlah sekolah taman kanak-kanak (TK).
Baca Juga: Alami Keracunan Akibat Chiki Ngebul, Biaya Pengobatan Bisa Pakai BPJS
“Alhamdulillah sekarang sudah masuk (sekolah TK). Jadi Gibran yang berusia 6 tahun, masih TK. Jadi dia di TK sampai usia 7 tahun banyak lah yang kirim pesan dari walimurid, guru, sampai kepala sekolah,nyemangatin aku dan kasih saran daftar ke sekolah ini dan itu. Saya berterima kasih sekali,” katanya pada Sabtu (14/01/2022).
Asri Welas mengaku tidak pernah kecewa memiliki anak seperti Gibran, namun kaget dan tak menyangka jika masih ada batasan-batasan dalam dunia pendidikan di Indonesia hingga membuat dirinya sedih.
"Selama ini aku sebagai orang tua enggak sedih dan kecewa memiliki anak seperti Gibran, meskipun banyak orang yang tak menerimanya. Cuma maksudnya ternyata di dunia ini memang ada batasan-batasan yang masih begitu. Karena banyak ditolak sekolahan kemarin, saya jadi mikir, ini apa yang salah ya? Ada juga yang baru datang sudah ditolak.”
Kendati demikian, penolakan tersebut tidak membuat Asri Welas menuntut dan menjadikannya pelajaran berharga, “Marah? Engga. Menuntut? Tidak sama sekali. Cuma kita jadi tau di dunia ini ada batasan-batasan yang kita tidak inginkan, namanya hidup, tapi harus dijalani. Ya enggak apa-apa lah, namanya proses hidup dan itu yang akan jadi cerita untuk Gibran,
Dirinya justru menyebutkan anak seperti Gibran memiliki kelebihan yang harus diluapkan, “Ke psikolog ini mencari tau juga apa saja yang diperhatikan. Hasilnya ya Gibran ini banyak kelebihannya kok. (Kelebihannya harus diluapkan) supaya dia bisa menjadi dirinya sendiri dan mencapai cita-citanya,"
Baca Juga: Mudah Lelah, Sulit Tidur, Gejala Gagal Ginjal Kronis, Ini Pengobatannya
Dengan pengalamannya ini, Asri Welas memberikan semangat untuk para orangtua yang juga mengalami kondisi yang sama, dirinya berpesan, “Harus bisa membuat anak kita diterima apa adanya. Cobaan harus dihadapi dengan bahagia, jadi harus mencari solusinya bukan menyesal atau bersedih,"
Asri juga mengingatkan untuk tetap menjadi diri mereka apa adanya, di tengah keterbatasan dan kekurangan, “Karena paling enak jadi diri sendiri ketika kamu berpura-pura malah capek banget. Jadi itu aja.”
Asri Welas yang mengalami penolakan akibat memiliki anak dengan katarak adalah satu dari banyaknya kisah anak lainnya, yang banyak memutuskan untuk tidak sekolah karena adanya penolakan dari lingkungan.
Kondisi ini telah mendorong UNICEF untuk bergerak membantu anak-anak dengan kondisi demikian, UNICEF percaya pendidikan inklusif menciptakan perbedaan positif yang begitu besar pada diri anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Sayangnya data dari UNICEF tahun 2020 menyebutkan hanya 37% anak dengan kebutuhan khusus yang dapat menuntaskan jenjang pendidikan SMP.
UNICEF Indonesia sendiri menyadari masih perlu edukasi kepada masyarakat dalam hal penerimaan dan pemberian hak untuk anak disabilitas dalam mendapatkan pendidikan. Selain itu, diperlukan pelatihan khusus kepada pendidik untuk mampu menjawab kebutuhan anak dengan disabilitas.
“Kami belajar pengetahuan dan keterampilan baru, seperti cara mengenali disabilitas dan hambatan belajar, menyusun rencana pembelajaran individual, menyesuaikan kegiatan di kelas agar lebih inklusif, cara berbicara dengan positif kepada anak, dan menjajaki berbagai bentuk kolaborasi untuk lebih mendukung anak-anak kami,” jelas Darsiti, seorang pendidik melansir dari laman UNICEF Indonesia (15/09/2020).
Penyakit katarak sendiri diartikan sebagai kondisi kekeruhan pada lensa mata yang pada kondisi normal bening atau transparan. Dengan kondisi ini membuat sinar cahaya sulit melewati lensa dan fokus pada retina, jaringan yang melapisi bagian belakang mata dan peka terhadap cahaya.
Katarak dapat terjadi ketika protein yang membentuk lensa menjadi keruh dan memengaruhi penglihatan pada anak.
Meski lebih umum katarak terjadi pada orangtua akibat penuaan, anak juga bisa mengalaminya baik yang berukuran kecil hingga yang menyebabkan masalah.
Ada beberapa jenis katarak pada anak yang bisa dialami, yaitu:
Baca Juga: 5 Rekomendasi Obat Panu untuk Anak tersedia di Apotek, Aman Digunakan
Kondisi ini terjadi pada bayi yang dilahirkan dengan katarak atau saat masih anak-anak dan sering terjadi di kedua mata, mungkin tidak memengaruhi penglihatan anak namun seringkali memerlukan tindakan pengambilan.
Katarak pada anak ini terjadi karena adanya penyakit lain, bisa termasuk diabetes atau masalah mata lainnya, dalam beberapa kasus obat-obat tertentu juga berpengaruh, seperti steroid.
Katarak traumatis adalah katarak pada anak akibat cedera mata, dapat terjadi tepat setelah mata anak terluka, atau terjadi bertahun-tahun kemudian setelah cedera.
Beberapa katarak dapat terjadi setelah adanya paparan dari beberapa jenis sinar radiasi.
Untuk mengetahui anak memiliki katarak atau tidak, ada beberapa gejala umum yang dihadapi oleh anak, mulai dari penglihatan buram, mata tidak sejajar, hingga gerakan mata tidak dapat dikendalikan.
Baca Juga: Anak Kedua Asri Welas Sempat Pakai Kacamata Sejak Bayi, Ini Gejala Katarak pada Bayi Baru Lahir
Beberapa jenis penyebab katarak pada anak dimulai karena cedera, diabetes, penyakit rheumatoid arthritis, keracunan, penggunaan steroid, hingga komplikasi dari penyakit mata lainnya seperti glaukoma.
Sebagian besar katarak kongenital pada anak terjadi bersamaan dengan adanya masalah mata atau kesehatan lainnya, yang disebabkan oleh faktor genetik.
Gangguan genetik ini mulai dari gangguan metabolism yang disebabkan oleh defisiensi enzim yang diwariskan, juga bisa karena masalah kromosom, seperti sindrom Down.
Pengobatan katarak pada anak akan bergantung pada gejala, usia, dan kesehatan umum anak. Ada yang memerlukan obat, penggunaan kacamata, hingga operasi untuk mengangkat katarak dan memasang lensa baru. Operasi biasanya dilakukan pada anak dengan katarak di atas usia 1 tahun.
Katarak pada anak yang dibiarkan begitu saja dapat menyebabkan kebutaan jika tidak diobati, maka penting saat anak mengeluh dalam hal penglihatan untuk diperiksakan lebih lanjut sebelum terlambat.
Kebanyakan katarak pada anak tidak dapat dicegah, namun cobalah untuk melindungi anak saat berada di bawah terik matahari dan berikan kacamata hitam agar mata terlindungi.
Dengan melindungi mata anak dari sinar UV bisa menjadi salah satu cara menghindari katarak pada anak dan gangguan mata lainnya. (*)
Baca Juga: 11 Penyakit Mata yang Bisa Dialami Anak dan Cara Pencegahannya
Source | : | stanfordchildrens.org,UNICEF,Tribun Depok |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar