GridHEALTH.id - Stunting masih menjadi masalah kesehatan pada anak yang belum terselesaikan.
Kasusnya pun masih terbilang cukup tinggi. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, stunting pada anak balita di Indonesia jumlahnya sekitar 21,6 persen.
Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian lebih, karena jumlahnya yang berada di atas standar yang ditentukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20 persen.
Tak hanya berkaitan dengan angka, stunting pun juga dapat memengaruhi kehidupan seorang anak kedepannya.
Sayangnya, pemahaman yang minim tentang stunting di masyarakat, membuatnya kerap kali dianggap sama dengan gizi buruk.
Padahal, stunting dan gizi buruk merupakan dua kondisi yang berbeda. Keduanya dapat dibedakan dari tiga faktor berikut.
Dilansir dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, stunting pada anak disebabkan oleh beberapa faktor pemicu yang berkembang dalam jangka panjang.
Antara lain kurang gizi kronis, tidak tercukupinya kebutuhan protein dalam proporsi total asupan kalori, perubahan hormon yang dipengaruhi stres, dan penyakit infeksi berulang pada awal kehidupan.
Sedangkan penyebab gizi buruk, diakibatkan oleh tidak terpenuhinya asupan gizi anak dalam waktu yang relatif singkat. Ini mengakibatkan anak mempunyai berat badan yang rendah.
Seorang anak yang mengalami gizi buruk, biasanya mempunyai ciri-ciri kulit yang kering, berkurangnya lemak di bawah kulit, dan otot mengecil. Pada tahap yang lebih lanjut, tak jarang perut anak membuncit.
Sementara itu, jika anak mengalami stunting, maka salah satu ciri yang paling jelas terlihat adalah tumbuh kembangnya terhambat. Membuat tinggi badannya lebih rendah, proporsi tubuh cenderung normal tapi tampak lebih muda, dan berat badan rendah untuk anak seusianya.
Baca Juga: Penting untuk Diperhatikan! Inilah Pencegahan Stunting pada Bayi
Perbedaan stunting dan gizi buruk juga dapat dilihat dari efek yang ditimbulkan. Anak yang mengalami gizi buruk rentan terkena penyakit infeksi karena imunitasnya rendah.
Efek jangka panjang yang ditimbulkan yakni pertumbuhan anak terhenti sebelum waktunya dan bisa menyebabkan anak mengalami wasting (bertubuh kurus) ataupun stunting.
Efek stunting pada anak menyebabkan metabolisme dan sistem kekebalan tubuh yang terganggu.
Kemampuan belajar anak pun di sekolah juga berisiko mengalami kendala, sehingga sulit menerima pelajaran yang diberikan oleh guru.
Mengatasi gizi buruk maupun stunting, dapat dilakukan dengan memerhatikan kecukupan asupan nutrisi anak dan juga kondisi kesehatannya secara keseluruhan.
* Memberikan ASI eksklusif hingga anak berusia 6 bulan, karena air susu ibu mengandung gizi makro dan mikro yang dibutuhkan untuk mendukung tumbuh kembang anak.
* Saat anak sudah memasuki usia 6 bulan, Makanan Pendamping ASI (MPASI) sudah mulai diberikan.
Ketika anak mulai makan, berikan makanan yang merupakan sumber protein hewani seperti daging ayam, daging sapi, telur, dan susu.
* Kemudian, biasakan untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan membiasakan cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, terutama sebelum dan sesudah makan.
Pasalnya jika kebiasaan tersebut tidak dijalankan, anak berisiko mengalami diare dan apabila berulang, maka bisa meningkatkan riisko kurang gizi yang dapat berujung pada stunting.
* Selalu memantau tumbuh kembang anak, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan rutin melakukan pemeriksaan di Puskesmas atau Posyandu. (*)
Baca Juga: BKKBN Ungkap 5 Pilar Percepatan Penyelesaian Masalah Stunting
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Poetri Hanzani |
Komentar