GridHEALTH.id - Aksi kekerasan hingga berujung menghabisi nyawa orang, belakangan kabarnya santer diberitakan.
Menjadi perhatian publik, karena dalam kebanyakan kasus, pelakunya merupakan orang terdekat korban.
Salah satu kasus yang menjadi sorotan belum alma ini, yakni kejadian yang menimpa mahasiswa UI (Universitas Indonesia). Di mana pelakunya merupakan kakak tingkat korban di kampus.
Dikutip dari Kompas (5/8/2023), kasusnya saat ini sudah diproses oleh pihak kepolisian dan pria berinisial AAB (23) ditetapkan sebagai tersangka.
Adriana Amalia, M.Psi, psikolog klinis dewasa menjelaskan, tindakan kekerasan disebabkan oleh faktor individu seperti ketidakmampuan menahan dan mengelola emosi, tantangan yang dihadapi, dan menyelesaikan masalah yang sedang dialami.
Masalah yang tidak dapat ditangani akan menyebabkan seseorang mengalami masalah kesehatan mental.
Yang dimaksud dengan masalah kesehatan mental ini ialah mengacu pada seseorang yang tidak dapat menjalani fungsinya atau peran hidupnya secara optimal dan tidak mempunyai kapasitas diri untuk menyelesaikan masalah.
"Kemudian tidak mampu atau belum memiliki cara-cara efektif untuk menyelesaikan masalah. Biasanya, hal-hal ini juga akan memicu seseorang melakukan tindakan-tindakan yang merugikan, membahayakan diri (sendiri) ataupun orang lain," katanya kepada GridHEALTH, Kamis (10/8/2023).
"Aksi tindakan kekerasan itu (hingga) bisa menghabisi nyawa seseorang dan pengaruhnya apakh (karena) masalah mental, jawabannya iya. Bisa karena kecenderungan kepribadian tertentu atau masalah kesehatan mental yang tidak teratasi dengan baik," sambungnya.
Meskipun ada potensi, tapi hal ini tetap perlu dipelajari lebih lanjut untuk memastikan kondisi yang sebenarnya.
Pasalnya, orang-orang yang dapat mengelola tekanan yang dialami dan kondisi mentalnya, emosional, pikiran, dan perilakunya besar kemungkinan untuk tidak melakukan tindakan menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Baca Juga: Belajar dari Kasus Mahasiswa UI, Bisakah Tontonan Pengaruhi Perilaku Kekerasan?
Kurangnya empati juga merupakan salah satu penyebab seseorang dapat melakukan kekerasan pada orang lain.
Ini karena orang tersebut tidak dapat membayangkan pengaruh perilakunya pada hidup orang lain.
Stres secara umum adalah reaksi fisiologis dan psikologis yang dialami saat seseorang mengalami tekanan, tantangan yang tidak biasa, yang sulit diselesaikan, atau menyita hidupnya.
Hal tersebut, dapat membuat pola pikir, perasaan, dan perilakunya tidak selaras atau sedang dalam keadaan tidak optimal untuk obyektif.
"Hal-hal yang memicu situasi kemudian berat, memicu pikiran emosi, perilaku, sedang tidak dalam keadaan baik, maka kemudian output-nya atau cara berpikir, merasa dan berperilakunya juga akan berbeda. Sehingga, bisa memungkinkan seseorang melakukan hal tersebut (tindakan kekerasan)," jelasnya.
Kondisi-kondisi ini bisa memicu seseorang melakukan tindakan kekerasan. Karena berkaitan dengan pola pikir, perasaan, atau perilaku yang tidak tepat, yang kemudian membuat seseorang untuk melakukan tindakan yang tidak semestinya.
"(Tapi) bukan berarti seseorang sedang stres atau stres berat mampu dan selalu melakukan kekerasan, tidak seperti itu, tidak jika A maka B," jelasnya.
Ia melanjutkan, "Tetapi apakah stres berat bisa menyebabkan tindakan kekerasan itu, bisa saja. Tapi stres tidak selalu menghasilkan perilaku kekerasan, artinya seseorang yang stres pasti akan menyakiti diri dan orang lain, itu enggak."
Semua itu bergantung pada cara mengelola masalah, cara memandang masalah, mengelola pikiran, serta apakah pernah mengalami persoalan serupa dan memiliki kemampuan untuk menyelesaikannya.
Dan juga aktif mencari bantuan saat merasa sudah tidak mampu bergantung pada diri sendiri untuk mendapatkan solusi.
"Jadi sebenarnya banyak sekali pertimbangan sebelum seseorang yang sedang stres menyakiti orang lain atau diri sendiri, (jadi penyebab kekerasan) tidak karena stres saja," pungkasnya. (*)
Baca Juga: Apakah Sering Marah Jadi Pertanda Kesehatan Mental yang Buruk? Inilah Penjelasannya
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Poetri Hanzani |
Komentar