Di dunia, dari 39 juta kasus kebutaan, sebanyak 3,2 juta disebabkan glaukoma. Di Indonesia, 4 sampai 5 orang dari 1.000 orang menderita glaukoma.
Beberapa faktor risiko glaukoma, kasus glaukoma pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, dan kasus glaukoma pada ras kulit hitam lebih banyak dibandingkan ras kulit putih.
Glaukoma juga merupakan penyakit degeneratif sehingga risikonya meningkat seiring bertambahnya usia.
Faktor lain yang berperan adalah riwayat glaukoma dalam keluarga, status refraksi seperti miopia dan hipermetropia, serta penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan hipotensi.
Glaukoma kronis tidak menimbulkan gejala sehingga berbeda dengan glaukoma akut yang menimbulkan gejala seperti mata merah, nyeri pada mata, pandangan kabur, mual dan muntah, melihat pelangi atau lingkaran cahaya, dan penyempitan lapang pandangan.
Hal yang khas dari glaukoma adalah melihat pelangi atau lingkaran cahaya, misalnya ketika hujan kita naik mobil kita melihat dari jendela lampu di luar itu di sekitarnya ada gambaran warna-warna pelangi.
Itu yang menjadi ciri khas orang glaukoma pada saat tekanannya tinggi.
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Ditjen P2P dalam webinar “Uniting for Glaucoma-Free World” melalui Direktur P2PTM Dr. Eva Susanti menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang cara mencegah dan mengendalikan glaukoma agar dunia terbebas dari glaukoma.
Ia juga menekankan pentingnya melakukan pemeriksaan mata secara teratur agar glaukoma dapat dideteksi sedini mungkin, dan bila ditemukan tanda atau gejala maka dapat ditindaklanjuti dengan pengobatan yang tepat.
Baca Juga: Waspadai 11 Penyakit Mata yang Umum Terjadi, Jangan Anggap Remeh
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
Komentar