GridHEALTH.id - AstraZeneca diketahui menarik vaksin COVID-19 buatan mereka dari peredaran, pada Selasa (7/5/2024).
Permohonan penarikan vaksin AstraZeneca yang dilakukan di seluruh dunia sudah dilakukan sejak 5 Maret 2024 dan berlaku mulai 7 Mei 2024.
Dilansir dari The Guardian, Badan Obat Eropa mengeluarkan pemberitahuan bahwa vaksin tersebut tidak lagi diizinkan untuk digunakan.
Kendati baru dilakukan, pihak AstraZeneca mengatakan bahwa keputusan ini diambil karena saat ini sudah banyak vaksin yang telah disesuaikan dengan varian baru COVID-19.
Sehingga, permintaan vaksin AstraZeneca mengalami penurunan, yang tidak lagi diproduksi atau dipasok.
"Menurut perkiraan independen, lebih dari 6,5 juta nyawa terselamatkan pada tahun pertama penggunaan saja dan lebih dari 3 miliar dosis telah dipasok secara global," jelas mereka.
"Kami sekarang akan bekerja sama dengan regulator dan mitra kami untuk menyeleraskan jalur yang jelas ke depan untuk menyelesaikan bab ini dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pandemi COVID-19," tambahnya.
Penarikan vaksin COVID-19 ini dari peredaran, dilakukan setelah perusahaan farmasi ini memberikan dokumen ke Pengadilan Tinggi di London.
Dalam dokumen yang diserahkan pada Februari 2024, mereka mengakui bahwa vaksin buatannya ada kemungkinan menyebabkan efek samping trombosis dengan trombositopenia (TTS).
TTS merupakan masalah kesehatan langka, yang mengakibatkan pengidapnya mengalami pembekuan darah. Jumlah trombositnya juga terbilang rendah.
Kasus pertama yang terungkap dan membuat kabarnya heboh, setelah diungkap oleh Jamie Scott pada 2023 lalu.
Baca Juga: Efek Samping TTS yang Langka dari Vaksin AstraZeneca, Apa Risikonya Bagi Tubuh?
Ayah dari dua orang anak tersebut diketahui mengalami cedera otak permanen, akibat pembekuan darah dan pendarahan di otak setelah menerima vaksin COVID-19 AstraZeneca pada 2021.
Sebelum dilakukannya penarikan oleh AstraZeneca, sejumlah negara memang sudah berhenti menggunakan vaksin ini.
Indonesia termasuk salah satunya. Dalam keterangan resmi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dijelaskan bahwa vaksin tersebut tidak lagi digunakan dalam program vaksinasi.
"Saat ini, vaksin COVID-19 AstraZeneca tidak digunakan lagi dalam program vaksinasi/imunisasi dan berdasarkan hasil pengawasan dan penelusuran BPOM menunjukkan bahwa saat ini vaksin COVID-19 AstraZeneca sudah tidak beredar di Indonesia," jelas mereka dikutip dari situs resmi BPOM.
Diketahui, Izin Penggunaan Darurat (EUA) vaksin AstraZeneca di Indonesia telah disetujui oleh BPOM pada 22 Februari 2021.
Sejak saat itu, sudah ada lebih dari 73 juta dosis vaksin yang diberikan selama program vaksinasi pada pandemi lalu.
Pemantauan keamanan vaksin juga sudah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Komite Nasional Pengkajian dan Penggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KOMNAS PP KIPI).
Pemantauan keamanan tersebut dilakukan selama Maret 2021 hingga Juli 2022, di 14 rumah sakit sentinel yang ada di 7 provinsi di Indonesia.
Ketua Komnas KIPI Prof. Hinky Hindra Irawan Satari juga menjelaskan, tidak ditemukan kejadian efek samping TTS dari pemberian vaksin ini di Indonesia.
Menurutnya, sebuah gangguan kesehatan dikatakan sebagai efek samping vaksinasi, bila ditemukan dalam kurun waktu tertentu.
"Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) bila ditemukan penyakit atau gejala antara 4 sampai 42 hari setelah vaksin disuntikan. Kalaupun saat ini ditemukan kasus TTS di Indonesia, ya pasti bukan karena vaksin COVID-19 karena sudah lewat rentang waktu kejadiannya," pungkasnya. (*)
Baca Juga: Terkait Efek Samping AstraZeneca, BPOM: Manfaat Lebih Besar Daripada Risiko Efek Samping
Source | : | BPOM,The Guardian,SehatNegeriku |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Komentar